Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Pemerhati dan pelaku pembangunan ulang Pasar tradisional. Ya, itulah saya, yang 5 tahun terakhir konsen untuk mendedikasikan aktivitas bisnis dan Grup usaha dalam rangka melayani pedagang tradisional untuk mendapatkan haknya kembali menikmati Pasar Tradisional yang bersih, nyaman dan aman, layaknya Pasar Modern lainnya. Mereka bisa, seharusnya PASAR TRADISIONAL juga BISA!!!!!!! ITQONI GROUP sudah membuktikannya DUA KALI!!!!

Kamis, 28 Mei 2009

'Pedagang tradisional frustrasi' Orientasi wirausaha dan aset terus menyusut

JAKARTA: Pedagang pasar tradisional sudah sampai taraf sangat frustrasi menghadapi persaingan yang timpang dengan toko modern, sehingga menurunkan kemampuan orientasi pasar dan kewirausahaan.

Demikian salah satu kesimpulan disertasi Aset Berbasis Pasar dan Hubungannya terhadap Kinerja Peritel: Peran Mediasi Orientasi Kewirausahaan dan Orientasi Pasar yang disampaikan Rizal Halim pada sidang akademik Universitas Indonesia, kemarin.

Dalam disertasinya, Rizal Halim yang meraih gelar doktor dalam Ilmu Manajemen Kekhususan Manajemen Pemasaran, menyatakan akibat penurunan orientasi kewirausahaan dan pasar menyebabkan kinerja pedagang pasar tradisional terpuruk, dan asetnya terus menyusut.

"Seharusnya jika makin tinggi intensitas persaingan, akan menguatkan orientasi kewirausahaan dan pasar yang akhirnya meningkatkan kinerja. Namun, karena pedagang pasar tradisional sangat frustrasi, mereka tidak mampu menciptakan yang semestinya terjadi," kata Rizal menjawab pertanyaan penguji, kemarin.

Tingkat frustrasi pedagang tradisional tersebut ditunjukkan dari angka negatif yang signifikan dari data korelasi antara intensitas persangan terhadap orientasi kewirausahaan.

Menurut Rizal, intensitas persaingan akan menurunkan orientasi pasar yang lebih besar lagi.

"Tingkat pedagang yang sangat frustrasi seperti sekarang ini jika sampai terus dibiarkan, bisa mengakibatan pedagang pasar tradisional dalam 5 tahun ke depan hilang."

Berdasarkan hasil penelitiannya, Rizal menemukan tiga faktor utama yang menyebabkan tingkat kewirausahaan dan orientasi pasar perdagangan tradisional makin memburuk.

Pertama, faktor lokasi toko modern yang makin berdekatan dengan pasar tradisional sehingga menimbulkan persaingan yang tidak adil, karena peritel modern didukung dengan modal kuat dan manajemen yang baik.

Kedua, harga pembelian produk di toko modern umumnya lebih rendah dibandingkan dengan harga pembelian pedagang di pasar tradisional.

Ketiga, inkonsistensi kebijakan pemerintah daerah dalam memperuntukkan lahan wilayahnya, seperti di Margonda, Depok, yang seharusnya dalam 25 tahun ini difokuskan untuk wilayah pendidikan kini malah dikepung toko modern.

Ketiga faktor tersebut menyebabkan kinerja dan aset yang dimilikipedagang terus menurun. "Jika sebelumnya pedagang punya tiga lapak, saat ini tidak lagi yang dimiliki, dan sebagian di antaranya terpaksa menyewa," kata Rizal.

Harga kios

Pada bagian lain, Rizal mengungkapkan peremajaan pasar yang diserahkan kepada swasta membuat para pedagangnya tidak bisa menebus kios yang sebelumnya ditempati, karena pengembang mematok harga tinggi.

Menurut dia, untuk menghindari pengikisan jumlah pedagangpasar tradisional, pemerintah harus membenahi cara pemberian izin dengan tidak memperbolehkan toko modern berlokasi atau mendekati permukiman, mengingat pasar tradisional dan toko kecil banyak berada di wilayah tersebut.

Di samping itu, pemerintah juga diminta membuat kebijakan yang menyebabkan harga barang sejenis di toko modern dijual lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar tradisional.

"Misal, dengan cara pengenaan pajak yang akan berpengaruh pada harga jual di toko modern," katanya menjelaskan.

Pengelola pasar juga diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pedagang tradisional atas manajemen ritel, seperti pentingnya pencahayaan untuk menarik pengunjung, sirkulasi pengunjung, tata cara pembuangan sampah, dan memberikan lorong lalu lalang yang nyaman bagi pengunjung.

Selain itu, diharapkan ada asosiasi pedagang pasar yang berinisiatif membuat pusat distribusi. Asosiasi tersebut membeli jumlah barang dalam partai besar dari industri, sehingga ketika dikontribusikan, pedagang bisa mendapatkan harga beli yang kompetitif.

Pemerintah pada tahun ini mengalokasikan dana renovasi untuk sejumlah pasar tradisional senilai Rp435 miliar, dalam program stimulus 2009.

Dana tersebut disalurkan melalui dua institusi, yakni Kementerian Negara Koperasi dan UKM sebesar Rp100 miliar dan Departemen Perdagangan sebesar Rp335 miliar.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM optimistis dana tersebut sudah mulai disalurkan pada Juni 2009.

Sebaliknya Departemen Perdagangan terpaksa menunda programnya dengan alasan ketidaksiapan pemerintah daerah, setelah sebelumnya Komisi VI DPR meminta dilakukannya verifikasi pasar sasaran. (linda.silitonga@bisnis. co.id)

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: