Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Pemerhati dan pelaku pembangunan ulang Pasar tradisional. Ya, itulah saya, yang 5 tahun terakhir konsen untuk mendedikasikan aktivitas bisnis dan Grup usaha dalam rangka melayani pedagang tradisional untuk mendapatkan haknya kembali menikmati Pasar Tradisional yang bersih, nyaman dan aman, layaknya Pasar Modern lainnya. Mereka bisa, seharusnya PASAR TRADISIONAL juga BISA!!!!!!! ITQONI GROUP sudah membuktikannya DUA KALI!!!!

Kamis, 24 Desember 2009

Presdir Carrefour: Kehadiran Kami Dinilai Mengganggu

Jakarta - Semenjak kehadirannya di Indonesia, Carrefour selalu menemui berbagai masalah. Peritel asal Prancis ini mengakui persepsi masyarakat terhadap Carrefour saat ini masih kurang baik.

Masuknya perusahaan ritel asal Perancis ini telah memunculkan kekhawatiran akan tergesernya posisi pasar tradisional yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia .

Sebagai Presdir Carrefour Indonesia dan juga orang Asia pertama yang memimpin Carrefour, Shafei Shamsuddin, tengah melakukan pendekatan dengan UKM dan pasar tradisional untuk menghilangkan jarak yang terjadi diantara Carrefour dengan mereka.

Bagaimana dan apa rencana Carrefour Indonesia kedepan, termasuk soal keputusan KPPU yang menyatakannya bersalah melanggar UU Anti Monopoli? Berikut wawancara detikFinancedengan Shafei di Hotel Kristal, Jalan Terogong Raya Cilandak, Jakarta, Selasa (15/12/2009).

Bagaimana perasaan anda menjadi Presiden Carrefour yang baru dan menjadi orang Asia pertama yang memimpin Cafrrefour?

Bagi saya ini adalah suatu amanah bagaimana saya sebagai orang Asia harus kasih contoh terbaik. Ini adalah cobaan dan tantangan bagi diri saya. Ini adalah suatu amanah dan kepercayaan yang diberikan kepada saya dari pihak Perancis untuk bekerja keras memberikan terbaik bagi semua, termasuk bagi para pemasok dan karyawan

Sebagai orang Asia yang lebih mengerti orang Eropa, saya harus lebih berkerja keras dan kasih terbaik kepada mereka. Itu yang ingin saya lakukan disini.

Saya menyadari yang menjadi tantangan utama bagi saya dalam memimpin Carrefour di Indonesia adalah persepsi kami yang kurang baik. Kehadiran kami dinilai akan mengganggu pasar-pasar tradisional dan UKM. Mungkin ini kesalahan kami juga, karena di waktu yang lalu kami tidak begitu rapat dengan UKM dan pasar tradisional. Jadi tantangan bagi saya untuk dekat dengan mereka dan merangkul mereka untuk memberikan bantuan.

Tantangan lainnya yaitu soal dugaan kasus monopoli yang dituduhkan KPPU kepada kami padahal itu tidak.

Kenapa anda begitu yakin kalau Carrefour tidak melakukan monopoli di Inonesia?

Pasalnya Market Share kami tidak lebih dari 50% seperti yang dituduhkan KPPU. Carrefour sama sekali tidak memiliki posisi monopoli dan tidak dominan. Itu bukan kata kami, tapi berdasarkan hasil lembaga independen yaitu AC Nielsen. Mereka menyebutkan pangsa pasar kami dalam ritel modern sebelum akuisisi hanya sebesar 14,5 persen sedangkan setelah setelah akuisisi sebesar 17 persen.

Lagipula sebenarnya bisnis Alfa relatif kecil sehingga setelah diakuisisi oleh Carrefour sama sekali tidak membuat Carrefour menjadi dominan. 30 gerai Alfa yang sekarang dimiliki Carrefour kontribusinya hanya sekitar 10 persen karena ukuran gerainya kecil-kecil hanya setengah dari ukuran gerai yang sudah dimiliki Carrefour dan ada beberapa yang lokasinya kurang strategis.

Selain itu, seluruh proses akuisisi Alfa yang kami lakukan itukan sudah memenuhi kaidah hukum, diantaranya melalui Bapepam dan sesuai dengan prosedur. Saya juga heran kenapa kami di sebut monopoli. Padahal di Indonesia ini tidak hanya ada Carrefour tapi juga ada ritel modern lainnya seperti Hypermart dan Giant sehingga masyarakat bisa memilih mau shopping dimana.

Makanya kami mengajukan hal ini ke pengadilan agar keputusan tersebut dapat ditinjau kembali. Pasalnya kami menilai KPPU tidak memeriksa semua bukti-bukti, fakta, data, saksi dan hasil riset yang telah disampaikan Carrefour ke KPPU saat memutuskan hal ini.

Dalam pemeriksaan pun kami juga merasa agak rumit karena kasus ini sejak dari pemeriksaan awal sampai terbentuknya majelis di ketuai oleh orang yang sama. Ini seperti polisi, jaksa dan hakim dipegang oleh orang-orang yang sama.

Sejauh ini bagaimana progresnya?

Kabarnya minggu depan akan mulai sidang pertama. Nanti kami akan ajukan kembali semua-semua bukti-bukti dan fakta-fakta yang kami miliki ke pengadilan.

Kami yakin pengadilan akan memberikan keputusan yang terbaik. Kalau Carrefour menang apakah akan menggugat balik KPPU karena telah mencemarkan nama baik Carrefour dengan menuduh Carrefour melakukan monopoli?

Saya belum bisa jawab itu, karena inikan sedang proses. Tapi kami inginnya ini semua bisa diselesaikan secara damai.

Kalau kalah bagaimana?

Ya, kami akan terus berjuang ke pengadilan yang lebih tinggi lagi.

Kemarin CEO kami di Perancis, Lars Olofsson juga telah bertemu Presiden SBY. Kami cuma bilang kami yakin pihak pengadilan akan buat keputusan. Hanya kami merasakan agak rumit karena kami yakin dengan fakta-fakta yang ada, dan kami sudah investasi sejak lama yaitu dari tahun 1998. Saat orang-orang hengkang ke luar tapi kami tetap di sini, ini menunjukan kalau kami berkomit.

Jadi kalau Indonesia mau banyak investor kesini sebaiknya kita harus diadili dengan baik, dihukum dengan baik.

Apa hal pertemuan tersebut ditujukan untuk meminta pembelaan dari Presiden? Tentu saja tidak. Kalau minta pembelaan, itu sama kita tidak percaya pada hukum di Indonesia, kita yakin dengan hukum di sini.

Kewajiban divestasi atas putusan KPPU kepemilikan Carrefour di Alfa Retailindo agar segera dilepas, apakah Carrefour akan melaksanakannya? Kalau mau dilepas ke siapa?

Kami belum terpikir hingga ke sana karena inikan sedang proses. Yang penting saat ini kami tengah melakukan pendekatan dengan pasar tradisional dan UKM. Kami akan rangkul mereka.

Kalau kita lihat di Indonesia inikan hanya 70 juta orang atau baru 40 persen dari penduduk Indonesia . Sisanya, semuanya masih berbelanja di pasar tradisional. Jadi potensi pasar tradisional masih besar. Kalau bisa bagaimana pihak retail modern bantu untuk pasar tradisonal agar lebih maju seperti yang akan kita kerjasama tahun depan.

Saat ini pola kerjasama ini masih dalam kajian. Namun dalam kerja sama ini, kami akan kasih sistem, layout penempatan produk agar lebih rapi, perbaikan dari sisi manajemen dan menjaga kebersihan pasar secara bersama agar konsumen mau datang. Jadi nanti kita akan sinergi.

Tadi anda sampaikan bahwa saat ini baru 40 persen dari penduduk Indonesia yang pergi berbelanja ke retail modern, kalau melihat hal tersebut kira-kira berapa potensi pertumbuhan pengunjung ritel modern di Indonesia ke depannya?

Kalau menurut saya secara personal, tidak bisa seperti Singapura yang lebih dari 90 persen penduduknya berbelanja ke retail modern karena wilayahnya kecil dan jumlah penduduknya sedikit. Tapi Indonesia tidak bisa. Kalau suatu hari bisa 50 persen dan itu tidak bisa dicapai dalam satu tahun, tapi baru bisa tercapai 5-10 tahun mendatang.

Kalau penduduk Malaysia dan Singapura kebiasaan mereka sudah sering ke hypermarket sedangkan di Indonesia banyak yang masih belanja di pasar tradisional. Jadi sebenarnya, pasar tradisional yang akan lebih maju kalau mereka ubah pola, sistem tata letak, makanya dari sudut itu Carrefour akan bantu, seperti yang saya bilang tadi.

Untuk mendorong pertumbuhan sektor retail modern apa yang harus dilakukankan pemerintah?

Menurut saya, mungkin yang penting kasih bantuan kepada pihak retail mungkin isunya tentangcost-cost seperti listrik itu, mungkin agak membebani kadang-kadang tidak mencukupi di beberapa tempat. Kita dengar PLN akan menaikkan tarif listrik jadi ini tidak susah bagi retail karena kalau setiap tahun kita harus naikan costnya seperti itu kami susah.

Kami profitnya tidak banyak. Retail seperti kami profitnya kecil, kalaupun ada yang profit, yang tidak ada. Jangka waktu panjang untuk kami mendapatkan profit, apalagi kalau ada pihak retail yang sedang ekspansi mereka akan lebih lama untuk mendapatkan profitnya. Jadi cost seperti listrik kalau naiknya sekitar 20 persen, itu tinggi sekali sementara kami tidak bisa menaikkan profit yang banyak seperti itu setiap tahun. Itu berarti kita profitnya akan turun, kalau turun profitnya kita tidak bisa ekspansi. Makanya kita harus minta pihak pemertintah untuk mempertimbangkan ini. Kita siap berkomunikasi jangan sampai tarif listriknya naik begitu tinggi, kalau bisa jangan naik.

Kedua, mungkin saya sebagai pihak peritel oriented local, kita harus punya uu yg stabil dimana kalau kita punya kontrak yang lama seperti 20 tahun kita harus bisa membuat retail itu tetap ada selama masa kontrak. kalau ada kontrak yang 20 tahun tidak boleh kami diusir kalau kami diusir berarti tidak ada stability di Indonesia . Contohnya, kami sedang dalam proses isu yang berkenaan di Pluit Mega Mall, Gerai kami di sana ditutup tetapi sebenarnya kontrak kami masih ada di situ. Masih lama tapi kenapa kami tidak bisa teruskan dan itu berarti tidak ada stability.

Dari pihak mereka alasannya apa?

Alasannya kami tidak ikuti UU pemerintah. Padahal kami tidak terima surat dari pemerintah yang menyebutkan bahwa kami melanggar UU. Contohnya mereka bilang field area kami lebih besar dari 8.000 meter persegi, padahal di situ sekitar 6950 meter persegi.

Jadi kami tidak langgar UU. Buktinya, pemerintah tidak kasih surat perintah untuk stop bisnis di situ. Kami tidak terima surat dari pemerintah, jadi kami masih ada license di situ. Jadi kami di dalam keadaan yang benar. Kami ada license, jadi kalau pihak Lippo Village menyuruh kami tutup, kami tidak mengerti dan dimana kestabilan di Indonesia. Yang pemerintah tidak kasih surat pemberitahuan, kenapa ada pihak yang bukan pemerintah malah mengusir kami.

Sekarang sedang dalam proses hukum. Tapi siapa yang untung? kami untung pihak Lippo Village tidak untung, di shopping mall-nya di sana juga sepi, konsumen juga tidak untung. Jadi bagaimana pertumbuhan bisa lebih pesat kalau ada seperti ini, kami sebagai victim tapi kami yakin pihak hukum akan kasih hukuman yang adil makanya kami tetap disini dan berkomitmen.

Selama hadir di Indonesia, Carrefour banyak terlilit masalah hukum, bagaimana tanggapannya dan kenapa hal ini bisa terjadi?

Mungkin itu yang saya tanyakan ke Bapak Presiden, kami yakin dengan pihak hukum makanya kami tidak khawatir duduk bersama untuk berbincang soal hukum. Misalnya Lippo village, kami hanya buat bisnis tapi pihak lain ingin usir kami tanpa sebab dan juga KPPU karena kalau dilihat fakta kami sudah jalankan bisnis secara hukum. Mungkin dari sisi kami juga ada kekurangan. Kita juga harus intropeksi diri.

Dimana Carrefour seperti saya bilang persepsinya tidak baik. Mungkin kami tidak begitu rapat dengan UKM dan pasar tradisional. Mungkin sebelum ini, kami kurang membuat itu. Jadi itu yang bikin persepsi kami kurang baik dan mungkin entah bagimana bisa terkait dengan pihak hukum.

Tapi itu baru pendapat saya, karena kalau dilihat fakta-faktanya saya tidak ada. Faktanya market share kami benar tapi dibilang tidak benar. Kami tidak langgar hukum tapi dibilang melanggar dan kami tidak terima surat dari pemerintah soal pelanggaran itu. Itu asumsi saya.

Bagaimana anda melihat kepastian hukum di sektor ritel?

Saya pikir, kita harus menunggu. Mungkin pihak pemerintah akan memberikan keterangan-keterangannya. Sekarangkan kita masih bicarakan melalui forum komunikasi bersama asosiasi dan pemerintah. Saya sendiri sudah berkomunikasi untk berikan pendapat saya tentang UU ritel tersebut.

Menurut saya bagus, ada yang harus kita tukar mengikuti pihak-pihak pemerintah berikan dan ada yg mungkin kita harus terus memberikan pemasok dan ritel untuk negoasiasi. Kita harus ada itu sehat. Jangan sampai semua harus sama. Itu tidak sehat di masa datang. Jadi harusbalance.

Yang sering terjadi di Carrefour, setiap tahunnya terkena razia makanan kadaluarsa, bahkan sampai ke pengadilan. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Kami ada proses untuk cek itu semua yang dilakukan oleh bagian quality atau yang berkaitan. Kami cek setiap minggu, bulan dan per 3 bulan. Ada proses-prosesnya dan audit kami ada. Mungkin ada kekhilafan dari pihak kami dan itu bisa kami terima. Tapi yang jelas itu bukan sengaja untuk menjual barang-barang yang kadaluarsa. Kami tidak mungkin kami buat itu karena itu tidak menguntungkan kami. Kalau gitukan konsumen bisa membuat keputusannya sendiri, mereka akan berhenti dan akan pergi ke tempat lain.

Makanya kami tidak bisa monopoli. Banyak sekali tantangan kami, produk Carrefour itu lebih dari 40 ribu produk. Dari 40 ribu tersebut, mungkin ada beberapa stok yang ada mungkin ada kekhilafan. Namun kami punya proses pengecekan yang kuat, namun kekhilafan manusia itu mungkin terjadi.

Jadi kami juga ada aturan di careefour setiap minggu, setiap bulan dan setiap 3 bulan ada cek dan audit. Kalau mereka suduah cek harusnya tidak ada yang kadaluarsa. Kalau ada, mungkin kekhilafan manusia.

Mengenai persaingan, menurut anda, siapa kompetitor yang paling berat?


Mungkin kami lihat adalah Alfamart dan Indomart. Mereka adalah tantangan paling hebat karena mereka ada dimana-mana, tidak seperti Carrefour. Kami tidak khawatir dengan Giant dan Hypermart karena mereka punya ability UU yang sama dengan Carrefour, tapi Indomart yang kecil-kecil itu bisa masuk dimana saja, tapi kami tidak bisa. Tapi kami mengerti mereka akan lebih maju, malah kami merasa mereka akan kasih tantangan hebat adan berpikir bagimana menyaingi mereka.

Apa ada rencana untuk mengakusisi ritel lokal lagi?

Kamikan harus menyelesaikan isu KPPU ini. Kami belum melihat dari sisi yang lain. Nanti kalau akusisi dikatakan monopoli lagi.

Kabarnya dari 76 gerai milik Carrefour, tidak semuanya untung. Ada 11 gerai Carrefour yang mengalami kerugian dan 4 gerai lainnya tutup?

Memang ada beberapa tempat yang tidak baik. Ya mungkin kami berpendapat itu terjadi karena lokasinya yang tidak strategis dan mungkin kalah bersaing dari pihak ritel lainnya. Ini membuktikan kalau Carrefour tidak monopoli dan Carrefour harus Tutup. Kalau kita lihat sekali lagi data-data yang ada, karena Carrefour tidak monopoli, bisa kalah juga dengan yang ain. Kalau itukan sehat. Sehat di sisi kompetisi.

Lalu langkah apa yang dilakukan Carrefour untuk kembali menumbuhkan gerai-gerai yang sudah hampir kolaps itu?

Kita akan memberikan added value di sana . Kita harus membuat perbedaan dengan kompetitor lain, seperti kemarin kita launching Carrefour Market. Contoh program hidup sehat yang sudah dicoba di Lebak Bulus, dimana kami sediakan tempat bagi konsumea untuk cek kesehatan gratis jika mereka berbelanja beberapa puluh ribu. Ini bisa bantu pelanggan dan mereka bisa untung sambil cek kesehatan. Kita juga bisa berikan advice kepada mereka bagaimana hidup sehat. Ini beda dibanding kompetitor. Ini baru di tiga Gerai kami yaitu di cempaka Mas, MT Haryono dan Lebak Bulus.

Selain itu, saat ini saya akan coba membetulkan persepsi yang kurang baik terhadap Carrefour. Saya secara official mohon maaf kepada stakeholder kalau ada Carrefour buat sesuatu yang kurang baik. Kami minta peluang untuk betulkan apa yang kurang dan kasih peluang untuk belajar di Indonesia .

Saya berkomitmen ke depan akan lebih mendekatkan diri ke pasar tradisional dan UKM. Saya percaya kita juga lakukan kekhilafan.

Apa salah salah satu solusinya yaitu dengan memperlunak Trading term-nya bagi pemasok barang di Carrefour?

Itu salah satu yang akan diperbaiki. Kami sedang berbicara dengan asosiasi dan Departemen Perdagangan. Saya sudah berikan masukan-masukan dan berkomitmen untuk memperlunak ini. Insya Allah awal minggu pertama dan kedua tahun depan akan kami sampaikan kpd pemasok-pemasok terutama pada UKM.

Ada ada rencana untuk menambah gerai lagi?


Kami akan buka gerai dimanapun kami diperlukan. Kalau kami diperlukan di Padang , kami akan masuk ke sana. Sekarang sedang cari lokasi yang baik di sana .

Itu untuk tahun depan?

Terpulang lagi pihak-pihak tertentu. Pertama, konsumen mau tidak didirikan carrefour di sana . Kalau iya, kami ketemu dengan Pemdanya. Kalau setuju ya, berapa saja kami siap. Yang jelas kami lebih realistis karena hingga saat ini persepsi kami tidak baik

Kamis, 17 Desember 2009

Hindari Riba dan Curang, Pedagang Idealnya Pahami Ilmu Fiqih

Laporan dar Arab Saudi
Makkah - Ulama besar, Imam Syafi'i berpendapat pedagang idealnya memahami ilmu fiqih,
sehingga masyarakat benar-benar merasakan perniagaan yang Islami dan terhindar dari praktek yang curang dan riba. Pendapat Imam Mahzab tersebut hingga kini masih jauh dari kenyataan dalam kehidupan pasar tradisonal di Indonesia maupun negara muslim lainnya.

"Ekonomi Syariah itu tidak hanya masalah makro seperti perbankan saja, tapi juga yang mikro seperti halnya perniagaan di pasar tradisional. Imam Syafi'i sudah mengingatkan agar pedagang faham fiqih, demi terwujudnya perniagaan yang Islami. Yang ideal seperti ini masih menjadi tantangan bagi Indonesia dan negara-negra muslim lainnya," kata Muhammad Arifin bin Baderi, pembicara dalam Seminar bertema Prospek dan tantangan Ekonomi Syariah di Indonesia Dalam Menghadapi Ekonomi Global di Wisma Nusantara Konsulat Jenderal RI, Andalus District, Jeddah, Kamis (17/12/2009) siang.

Arifin juga membantah stigma pihak Barat, bahwa Ekonomi Syariah adalah ekonomi yang marginal. Menurutnya, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip dalam mengarungi dinamika peradaban, ekonomi syariah justru makin dilirik dan makin bonafide dalam percaturan bisnis Internasional. Terlebih lagi setelah krisis ekonomi kapitalis belum lama ini.

Arifin menegaskan, ada prinsip yang fundamental dalam Ekonomi Syariah, yang
tidak dimiliki ekonomi liberal, yaitu rizqi atau keuntungan adalah semata-mata karunia Allah, bukan semata-mata hasil prediksi, insting dan sistem yang dibuat manusia. Namun demikian juga bukan berarti Ekonomi Syariah bebas dari resiko rugi.

"Rezeki atau untung merupakan kemurahan dari Allah atas segala upaya kita di
jalan yang halal. Namun bukan berarti bebas dari resiko rugi. Rugi itu kan bisa dari faktor intern person nya, ekstren person-nya juga bisa karena musibah," jelasnya.

Dikatakan Arifin, sistem Syariah akan sukses bila umat Islam tidak berpikir serakah yang berpotensi menjerumuskan orang kepada perbuatan curang dan koruptif. Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya telah bersabda, bahwa jangan pernah merasa rizkimu telat datang, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia usai menikmati rizki terakhirnya.

Krisis Dubai

Mengenai krisis ekonomi di Dubai, sebagai negara yang menganut Ekonomi Syariah, praktisi perbankan Syariah Satria Agung Purwanto mengatakan, hal ini harus dilihat secara jeli.

"Ada negara yang memakai sistem campuran. Dubai termasuk yang menggunakan sistem campuran. Atau bisa juga hasil dari perbankan Syariah diinvestasikan ke produk yang diluar Syariah, lalu merugi, sehingga menimbulkan krisis. Jadi harus jeli melihatnya," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.

Menurut Satria, sifat yang mendasar dalam transaksi Syariah adalah tidak mengandung unsur riba, penipuan (tidak transparan), tidak dzholim, tidak mengandung unsur judi dan spekulasi serta tidak untuk membiayai usaha yang haram.

"Riba tidak ada, yang ada adalah konsep bagi hasil yang mana semuanya harus tranparan tentang besar komisi, syarat dan kondisi. Itu semua harus disetujui dimuka dan disaksikan. Jadi tidak ada harapan-harapan dan spekulasi diluar yang disetujui dimuka," pungkasnya.

(zal/lrn)

Proposal Pasar Rengasdengklok




















Usulan Pasar Rengasdengklok




Pasar Rengasdengklok









Senin, 14 Desember 2009

Pasar Modern Pukul 60% Omzet Pasar Tradisional

Omzet pedagang pasar tradisional terus menurun seiring berkembangnya pasar modern. Penurunan omzet bahkan mencapai 50 sampai 60 persen setiap harinya.

"Setelah dikaji, ternyata penurunan tersebut akibat berdirinya pasar modern baik supermarket maupun minimarket di sekitar pasar tradisional," kata Ketua Perjuangan Pasar dan Warung Tradisional Usep Iskandar, kepada wartawan, di Bandung, Senin (14/12/2009).

Usep lantas mencontohkan, omzet para pedagang pasar tradisional untuk barang jenis makanan kering yang juga dijual oleh minimarket, menurun menjadi Rp400 ribu-Rp500 ribu per hari.

"Padahal sebelum berdirinya pasar modern di sekitar pasar tradisional, omzet para pedagang bisa mencapai Rp1,5 juta-Rp2 juta per hari," kata Usep.

Usep berharap pemerintah bisa menegakkan aturan mengenai jarak antara keberadaan pasar modern dan pasar tradisional, sebagaimana diatur dalam Perda Kota Bandung Nomor 22 Tahun 2009.

"Para pedagang merasa ada kolaborasi antara pengusaha dan penguasa tanpa mempertimbangkan nasib para pedagang pasar tradisional," tandas Usep

Minggu, 13 Desember 2009

10 Tipe Pembeli di Pasar Modern

Semakin menggeliatnya pasar modern di seluruh dunia, tak ayal membuat pasar tradisional menjadi terlupakan. Bahkan menjadi terpinggirkan.

Hal ini membuat konsumen mengubah perilaku mereka dalam berbelanja. Maka dari itu, ada 10 tipe pembeli yang berbelanja di pasar modern menurut pimpinan TNS Retail & Shopper wilayah ASEAN, Dan Foxman melalui keterangan tertulisnya kepada okezone, di Jakarta, Minggu (13/12/2009).

Pertama, pembeli mengalami kesulitan saat membuat keputusan. Kedua, pembeli ingin terlihat pandai saat mengambil keputusan. Ketiga, pembeli memiliki kemampuan terbatas untuk memproses begitu banyak informasi. Keempat, pembeli menggunakan ingatan mereka untuk memberi makna terhadap berbagai produk.

Selanjutnya, kelima, pembeli membutuhkan pesan secara konsisten di dalam dan di luar toko. Keenam, terjadinya diskontinuitas menyebabkan adanya pemicu untuk menarik perhatian pembeli. Ketujuh, pembeli paling mudah mengenali stimulus visual.

Kemudian, kedelapan, pembeli menggunakan bagian-bagian yang mereka kenal untuk mempercepat proses seleksi. Kesembilan, pembeli memperlihatkan pandangan dalam "tunnel" dan perilaku yang bersifat boomerang. Terakhir, pembeli perlu untuk diingatkan akan item-item yang mereka butuhkan.

"Pasar modern akan selamanya berada di Indonesia. Untuk memaksimalkan kesempatan marketing dalam pasar modern ini sangat penting bagi profesional marketing untuk melakukan investasi dalam mempelajari bagaimana pembeli dan kegiatan berbelanja di pasar modern," tukas Direktur Bisnis dan pimpinan bagian Shopper TNS Indonesian, Mahesh Agarwal

Selasa, 08 Desember 2009

2010, Penjualan Pasar Diperkirakan Tumbuh 10%

VIVAnews - Pertumbuhan penjualan pasar tradisional dan modern di Indonesia tahun depan diprediksi mengalami pertumbuhan 10 persen.

Director Retailer Services AGB Nielsen Media Research, Yongky Surya Susilo mengatakan angka 10 persen ini masing-masing pasar tradisional 7 persen dan modern sekitar 20 persen.

"Kita prediksi penjualan bisa tumbuh 9-10 persen,"ujar dia di Hotel Four Season Jakarta, Selasa 08 Desember 2009.

Dia menjelaskan, untuk tahun ini target pertumbuhan penjualan untuk pasar tradisional 3 persen atau mengalami penurunan signifikan dari tahun lalu yang 20 persen. Ini disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat yang juga rendah karena krisis global dan inflasi, sedangkan untuk pasar modern 27 persen.

Menurut Yongky, pertumbuhan minimarket berkembangya pasar modern kendati demikian pangsa pasar dari barang-barang kebutuhan sehari-hari masih 80 persen.

"Pasar tradisional masih menjadi tujuan utama para kosumen di Indonesia yang menginginkan produk yang fresh, saat ini mulai memperoleh tantangan oleh format gerobak sayur yang mulai menjangkau hampir setiap sudut tempat tinggal kaum urban," kata dia. Sementara, untuk pasar modern pangsa pasarnya masih 20 persen.

Executive Director Retail Measourment services Nielsen Research Media, Teguh Yunanto menjelaskan, pangsa pasar tradisional 80 persen bisa menyusut jika beberapa produk yang dijual di pasar tradisional juga dijual di pasar modern.
"Misal jika rokok dikeluarkan maka pangsa pasarnya hanya 60 persen, jika telur juga dikeluarkan bisa menyusut lagi," tuturnya

Senin, 07 Desember 2009

Nielsen: Pasar Modern dan Tradisional Tumbuh 10% di 2010

Lembaga Riset PT AGB Nielsen Media Research (Nielsen) memprediksi angka pertumbuhan penjualan pada pasar-pasar tradisional dan modern di Indonesia tahun 2010 bakal meningkat 10 persen. Kontribusi penjualannya masih dominan di pasar modern yang akan meningkat hingga 20 persen dan pasar tradisional sendiri hingga 7 persen.

Demikian dikatakan oleh Director Retailer Services Nielsen, Yongky Susilo dalam Konferensi Pers Paparan Tahunan Nielsen di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa (08/12/2009).

"Kita prediksi penjualan pasar total yakni modern dan tradisional bisa tumbuh 9-10 persen," ujarnya.

Ia mengatakan tahun 2009 sendiri target pertumbuhan penjualan untuk pasar tradisional 3 persen atau mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun lalu yang 20 persen.

"Hal ini disebabkan karena rendahnya daya beli masyarakat yang juga rendah karena krisis global dan tingkat inflasi yang berada di posisi 2%, sedangkan untuk pasar modern 27 persen," katanya.

Semakin pesatnya pertumbuhan minimarket, lanjut Yongky, akan menjadi daya tarik tersendiri tahun 2010 dengan pangsa pasar 20%.

"Namun pasar tradisional dengan pangsa pasar 80% masih akan menjadi tujuan utama para konsumen di Indonesia yang menginginkan produk-produk yang mempunyai kualitas murah karena harga terjangkau seperti sayuran dan buah-buahan, ditambah pasar tradisional mulai mirip seperti gerobak sayur, hampir terdapat di setiap sudut tempat tinggal," jelasnya.

Ditempat yang sama Executive Director Retail services Nielsen Research Media Teguh Yunanto menjelaskan, pangsa pasar tradisional 80 persen tersebut bisa menyusut jika beberapa produk yang dijual di pasar tradsional juga dijual di pasar modern.

"Misal, jika rokok dikeluarkan maka pangsa pasarnya hanya 60 persen, jika telur juga dikeluarkan bisa menyusut lagi," ungkapnya.

Namun Ia juga menambahkan penjualan masih akan meningkat karena saat ini reaksi konsumen memang cukup membaik terbukti dari indeks keyakinan konsumen meningkat dari 77 pada April 2009, menjadi 86 pada Oktober 2009.

"Indonesia menjadi negara ke-2 yang positif konsumennya," tambahnya.

Perdagangan modern, lanjutny masih akan semakin kuat pada tahun 2010 walaupun pada kecepatan lebih rendah, menumbuhkan kontribusinya 30% menjadi 37% dalam waktu 5 tahun. "Dan lebih dari 800 outlet-outlet perdagangan modern baru terbuka pada tahun 2009. Hal ini menunjukan bahwa kenyamanan dan kedekatakn memainkan peranan penting dalam pikiran konsumen," tandasnya

Selasa, 24 November 2009

Pasar tradisional ditinggal pedagang

Tingkat hunian kios beberapa pasar tinggal 30%

JAKARTA: Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengungkapkan mayoritas pasar tradisional Indonesia telah ditinggalkan pedagangnya hingga mengakibatkan tingkat hunian di beberapa pasar tinggal 30%.

Sekretaris Jenderal APPSI Ngadiran mengatakan pasar yang kosong umumnya tersebar di wilayah DKI Jakarta, Depok, Tangerang, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Lampung.

"Tingkat hunian sejumlah pasar saat ini ada yang hanya tinggal 30% akibat pengelolaan yang tidak baik serta serbuan toko modern," kata Ngadiran, kemarin.

Menurut dia, ada tiga penyebab utama hengkangnya pedagang tradisional yang menyebabkan kios banyak yang kosong. Pertama, kondisi pasar yang tidak tertata dengan baik.

Kedua, penggunaan retribusi yang tidak disalurkan sesuai dengan peruntukan yaitu untuk kebersihan, keamanan, dan perbaikan pasar. Padahal pungutan bulanan telah naik minimal 225% dibandingkan dengan 5 tahun lalu. "Di pasar Blok A, Jakarta, 5 tahun lalu retribusi pedagang Rp83.000 per bulan, sekarang Rp240.000. Ada peningkatan hingga tiga kali lipat."

Ketiga, serbuan toko modern terutama dengan format minimarket dan hipermarket, sehingga menggerus omzet pemilik warung yang selama ini menjadi salah satu pelanggan pedagang di pasar tradisional.

APPSI menilai pemerintah mesti memberikan perhatian untuk kembali menggairahkan usaha pedagang tradisional, mengingat 5 tahun lalu tingkat kekosongan kios di pasar tradisional di Indonesia rata-rata 8%-0%, tetapi sekarang menjadi 23%.

Data APPSI menunjukkan saat ini ada 13.450 pasar tradisional yang menampung 12, 6 juta pedagang.

Ngadiran juga mempertanyakan peremajaan pasar yang dinilai tidak mampu menggairahkan pedagang untuk giat menjalankan bisnisnya.

Hal itu terbukti beberapa pasar yang sudah selesai diperbaiki, juga tetap kosong kiosnya akibat tidak mampunya pedagang lama menebus harga kios pascaperemajaan, seperti Pasar Ciracas, Bukit Duri Puteran, Cibubur, Santa, Blok M Square, dan Bataputih.

"Peremajaan pasar yang melibatkan pengembang ditawarkan ada yang mencapai Rp 42 juta per m2, dan pedagang hanya mendapatkan status hak pakai 20 tahun bukan memiliki kios itu. Harga bangunan kelas termahal seperti di Pondok Indah saja Rp4,5 juta-Rp 5 juta per m2," kata Ngadiran.

APPSI mengungkapkan pedagang pasar tradisional maksimal hanya bisa bertoleransi untuk menebus kios Rp15 juta per m2, sedangkan los dengan harga Rp 10 juta-Rp 11 juta per m2.

Asosiasi yang mewadahi pedagang pasar tersebut sebenarnya banyak berharap dengan stimulus yang dikucurkan pemerintah untuk merevitalisasi pasar.

Tren menurun

Putri K. Wardani, CEO PT Mustika Ratu Tbk, mengatakan pelanggannya yang merupakan pedagang di pasar tradisional menunjukkan tren menurun jumlahnya.

"Kalau dulu pelanggan yang merupakan pedagang pasar tradisional terus meningkat 5% per tahun. Sejak beberapa tahun terakhir terus menunjukkan penurunan karena jumlah pedagangnya juga berkurang," kata Putri.

Penurunan itu juga tergambar dari omzet yang diraih Mustika Ratu dari pasar tradisional. Jika sebelumnya mencapai 70% diperoleh dari pasar tradisional, kini menjadi berimbang dengan di pasar modern.

Putri mengatakan lebih senang menjual produknya di pasar tradisional, karena biayanya lebih murah karena tidak ada biaya syarat perdagangan, seperti toko modern.

"Namun karena [pasar tradisional] makin tergeser, supaya omzet kami tidak makin kecil, kami beharap ada kenaikan penjualan di pasar modern."

Senada dengan Putri, Ketua UmumAsosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto mengatakan omzet anggotanya di pasar tradisional cenderung menurun.

"Penurunan penjualan di pasar tradisional akan tersubstitusi ke pasar modern, ini juga dipicu gaya hidup konsumen," katanya. Namun, pemasok yang menjadi anggota AP3MI tetap mencari pelanggan di pasar tradisional. (linda.silitonga@bisnis.co.id)

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Pasar Tradisional Kian Terdesak

BANDUNG, (PRLM).- Sepuluh provinsi berkomitmen menjaga dan melindungi keberadaan pasar tradisional yang saat ini kian terdesak oleh pasar modern. Sebagai salah satu langkah strategis, mereka akan mengusulkan adanya kajian revisi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional.

Komitmen itu merupakan hasil pertemuan Mitra Praja Utama (MPU) di Bandung, belum lama ini. Kesepuluh pemprov yang tergabung dalam MPU itu yakni Jawa Barat, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

”Perkembangan pasar modern dan minimarket saat ini cukup mengkhawatirkan kelangsungan pasar tradisional. Oleh karena itu, kami berkomitmen melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional, walaupun pengembangan pasar merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ujar Kepala Biro Administrasi Perekonomian Jabar, Ir. H. M. Taufiq Budi Santoso.

Sejauh ini, kata dia, belum ada peraturan perundang-undangan yang mampu mengakomodasi permasalahan yang menimbulkan keterpurukan pasar tradisional di hadapan pasar modern. Di sisi lain, pertumbuhan dan perkembangan pasar modern terbilang sangat pesat.

Selain akan mengusulkan pengkajian PP, kesepuluh provinsi juga sepakat untuk meminta kejelasan mengenai tugas pokok dan fungsi serta peranan pemerintah pusat, provinsi, dan kab./kota. Hal itu akan dituangkan dalam pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. (A-150/A-147

Rabu, 18 November 2009

Prabowo: 30 Ritel Modern Langgar Perda DKI

VIVAnews - Sebanyak 30 pasar modern di DKI Jakarta dituding melanggar Peraturan Daerah (Perda) No. 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Prabowo Subianto menuturkan, sebanyak 30 pasar modern itu telah melanggar pasal zonasi (jarak lokasi).

Dalam perda disebutkan, pasar modern dilarang berdiri berdekatan dengan pasar tradisional dan minimal harus berjarak 2,5 kilometer dari pasar tradisional.

"Ada 30 titik pasar modern di DKI Jakarta yang melanggar. Hal itu berakibat pada sebanyak 75 pasar tradisional terpukul," kata Prabowo saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi Perdagangan dan Perindustrian DPR RI, Selasa malam, 17 November 2009.

Prabowo menilai, mekanisme pasar yang diterapkan pemerintah akan membuat keberadaan pasar tradisional tergerus dengan semakin meluasnya ekspansi pasar modern.

Membantah hal itu, Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta Lie menegaskan bahwa selama ini ritel tidak menyalahi aturan pemda. "Jangan salahkan ritelnya, tapi pengembangnya yang minta izin pendirian mal ke pemda," kata Tutum.

Pasalnya, dia menambahkan, dalam proses perizinan pembangunan mal atau pusat belanja, pengembang telah menyertakan rencana induk (master plan) yang berisi perusahaan mana saja yang akan menyewa tempat di gedung tersebut.

Sementara, dia mengakui, pihak pengusaha ritel telah mengajukan izin lengkap ke pengembang.

Ritel modern yang dituding melanggar perda dan pasar tradisional yang terancam:
1. Carrefour Lebak Bulus = Pasar Jumat, Pasar Mede, Pasar Pondok Indah
2. Giant Point Square Lebak Bulus = Pasar Jumat, Pasar Mede, Pasar Pondok Indah
3. Carrefour Kramat Jati = Pasar Kramat Jati, Pasar Jambul
4. Pusat Grosir Cililitan (PGC) = Pasar Kramat Jati, Pasar Jambul
5. Giant Kalibata = Pasar Kramat Jati, Pasar Jambul
6. Giant Plaza Semanggi = Pasar Benhil, Pasar Karet Pedurenan
7. Carrefour Season City = Pasar Grogol, Pasar Jembatan Besi, Pasar Jembatan Dua, Pasar Duta Mas, Pasar Jelambar
8. Alfamart Angke = Pasar Jembatan Besi
9. ITC Kuningan = Pasar Karet Pedurenan, Pasar Karbela
10. Carrefour Ambassador = Pasar Karet Pedurenan, Pasar Karbela
11. Carrefour ITC Cempaka Mas = Pasar Serdang, Pasar Sumur Batu, Pasar Cempaka Putih, Pasar Sawah Barat
12. Carrefour MT. Haryono = Pasar Jambul, Pasar Cawang Kapling, Pasar Tebet Timur, Pasar Tebet Barat
13. Carrefour ITC Mangga Dua = Pasar Jembatan Merah, Pasar Pecah Kulit
14. Carrefour Mangga Dua Square = Pasar Jembatan Merah, Pasar Pecah Kulit
15. Carrefour ITC Permata Hijau = Pasar Palmerah, Pasar Bata Putih
16. Alfamart Kebayoran Lama = Pasar Bata Putih, Pasar Kebayoran Lama, Cipulir
17. ITC Cipulir = Pasar Cipulir
18. Hypermart Lindetives = Pasar Gang Kancil, Pasar Pagi, Pasar Kota, Pasar Pejagalan
19. Hypermart Gajah Mada Plaza = Pasar Baru, Pasar Petojo
20. Carrefour Express Cikini = Pasar Cikini Ampium, Pasar Jalan Surabaya
21. Alfamart Walang Baru = Pasar Walang Baru
22. Carrefour Express Tendean = Pasar Mampang Prapatan, Pasar Santa
23. ITC Fatmawati = Pasar Cipete, Pasar Blok A
24. Carrefour Duta Merlin = Pasar Baru, Pasar Petojo, Pasar Mangga Besar
25. Carrefour Mega Mal Pluit = Pasar Ikan, Pasar Muara Angke
26. Carrefour Puri Indah = Pasar Bojong Indah, Pasar Kedoya
27. Hypermart Kelapa Gading = Pasar Kelapa Gading
28. Hyperstore Waduk Melati = Pasar Kebon Jati, Pasar Kebon Melati, Pasar Gandaria, Pasar Tanah Abang Bukit
29. Giant Mampang Prapatan = Pasar Mampang Prapatan
30. Carrefour Blok M Square = Pasar Blok M Melawai, Pasar Mayestik, Pasar Blok A, Pasar Santa, Pasar Cipete

Senin, 19 Oktober 2009

PD Pasar Jaya diminta tidak hanya cari untung

AKARTA: PD Pasar Jaya diminta tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi harus mengutamakan fungsinya untuk melayani pedagang dan memudahkan masyarakat mendapatkan barang kebutuhan pokok.
Anggota DPD asal DKI Jan Farid mengatakan PD Pasar Jaya sebagai perusahaan daerah milik Pemprov DKI tetap harus mencari keuntungan untuk menjalankan usaha dan berkontribusi ke kas pendapatan asli daerah.

"Kami meminta PD Pasar Jaya jangan hanya mengejar untung yang berlebihan, sehingga fungsinya sebagai perusahaan daerah yang harus melayani masyarakat justru dikesampingkan," ujarnya akhir pekan lalu.

Dia mengharapkan PD Pasar Jaya selaku pengelola 151 pasar tradisional agar dikembalikan fungsi dan perannya semula sebagai pusat pelayanan bagi warga Ibu Kota, baik para pedagang yang menjalankan usaha maupun warga yang membutuhkan barang kebutuhan pokok secara mudah.

Jangan sampai, lanjutnya, PD Pasar Jaya hanya berorientasi pada keuntungan dengan menetapkan harga tempat usaha dan kios secara mahal dan harus dibayarkan secara tunai, sehingga memberatkan para pedagang lama di pasar hasil peremajaan.

Selain itu, pasar tradisional hendaknya dapat berfungsi menjadi penopang bagi pasar-pasar induk yang akan dibangun di pinggiran kota, sehingga dapat berperan lebih besar dalam menggerakkan roda perekonomian.

Menurut Jan, harga sewa kios di pasar hendaknya ditetapkan dengan uang sewa harian dan tidak lagi dibayarkan secara langsung yang justru memberatkan para pedagang pasar.

"Kalau harga sewa itu dibayar secara harian, tentu tidak akan terasa berat bagi pedagang. Walaupun jika dihitung sewa harian itu sesungguhnya bisa lebih mahal, misalnya dengan tarif Rp20.000 per hari dikalikan 20 tahun," ujarnya

Djangga Lubis, Dirut PD Pasar Jaya, sebelumnya mengatakan telah berusaha maksimal untuk menetapkan harga tebus tempat usaha atau kios yang paling terjangkau oleh pedagang, termasuk mencarikan pola pembayaran yang ringan melalui kerja sama dengan sejumlah bank

Enam Pasar Tradisional Akan Disulap Jadi Obyek Wisata

JAKARTA--Agar mampu bersaing dengan pasar-pasar modern, PD Pasar Jaya akan menjadikan enam pasar tradisional sebagai pusat bisnis dan wisata. Sehingga kesan kumuh, jorok, bau, dan becek yang selama ini melekat menjadi hilang sama sekali. Pembangunannya akan dimulai tahun depan.

Dirut PD Pasar Jaya, Djangga Lubis, mengatakan, keenam pasar yang akan dijadikan pusat bisnis dan wisata ini adalah Pasar Pramuka, Pasar Bendungan Hilir, Pasar HWI Lindateves (Hayam Wuruk), Pasar Blora, Pasar Pedurenan, dan Pasar Rumput.

Menurutnya, konsep pasar tradisional ke depan tidak lagi hanya sebatas tempat jual beli barang-barang kebutuhan warga sehari-hari. Akan tetapi sudah dijadikan sebagai tempat bisnis sekaligus tempat wisata dengan daya tarik yang tinggi. Selain itu, pasar juga akan terintegrasi dengan perkantoran, apartemen, dan hotel. “Sehingga orang-orang tidak perlu jauh-jauh pergi ke pasar tradisional,” ujarnya, Senin (19/10).

Dipilihnya keenam pasar itu karena kesemuanya memiliki lokasi yang strategis yakni di pusat kota. Apalagi ke depan perpasaran tradisional akan ditunjang Mass Rapit Transit (MRT).

Terkait dengan rencana pembangunan MRT, PD Pasar Jaya bersama PT MRT Jakarta merencanakan akan mensinergiskan pembangunan stasiun MRT dengan pasar-pasar tradisional yang telah ada di ibu kota. Hingga kini, PD Pasar Jaya sedang menunggu disain tepat yang menyatukan stasiun dengan pasar secara langsung.

Paling tidak, konsep umumnya berupa pasar itu akan dibuat seperti pasar modern, yakni ada hotel kecil di sekitar lokasi pasar serta akses jalan menuju pasar. man/ahi

Rabu, 14 Oktober 2009

APPSI tolak Pasar Segar Depok

DEPOK: Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Depok menolak pembangunan Pasar Segar di Jl. Tole Iskandar, Kelurahan Depok, Pancoran Mas, karena mengakibatkan penurunan omzet penjualan para pedagang pasar tradisional.

"Kami menolak pembangunan Pasar Segar," tegas Sekretaris DPD APPSI Kota Depok, Muhammad Ghufron, kemarin.

Menurut dia, seharusnya Pemkot Depok lebih memperhatikan pasar tradisional yang sudah ada dengan memperbaiki infrastruktur yang ada terlebih dahulu.

Misalnya permasalahan di Pasar Kemiri Muka mengenai kepemilikan tanah, di Pasar Agung terkait soal perparkiran, dan di Pasar Musi terkait dengan kepemilikan lahan yang milik swasta dan lainnya. "Ini yang seharusnya menjadi perhatian utama, bukan membangun pasar semimodern yang baru."

Dengan adanya pasar semimodern tersebut, pedagang pasar tradisional menjadi kalah bersaing. "Saat ini omzet pedagang di Pasar Agung dan Pasar Kemiri sudah mulai turun apalagi nanti Pasar Segar beroperasi, bisa bangkrut pedagang pasar tradisional," ujarnya.

Ghufron mengakui pihaknya telah diajak melakukan dialog dengan pengembang Pasar Segar, anggota DPRD dan Pemkot Depok. "Waktu itu kita minta Pasar Segar ditunda terlebih dahulu, tapi ternyata sekarang semua izin telah diberikan untuk beroperasi di Depok."
Tolak lapak

Ketua Komisariat APPSI Pasar Kemiri, Muhammad Mardani, akan menolak pemberian lapak untuk para pedagang pasar tradisional di Pasar Segar. "Pengembang janjinya tidak membayar uang muka, dan hanya membayar iuran Rp6.000 per hari, tapi nyatanya kami dibebani Rp1,4 juta."

Mardani menjelaskan banyak pedagang yang mempunyai dua sampai empat lapak, kemudian mereka menjual kembali lapak tersebut. "Pihak pengembang tidak pernah berkoordinasi dengan APPSI. Kalau memang harus membayar Rp1,4 juta, kami akan menolak pemberian lapak tersebut."

Hal senada dikatakan Ketua Komisariat APPSI Pasar Agung, M Zaini. Menurut dia, 60% pedagang pasar Agung akan pindah ke Pasar Segar, tapi karena dibebankan uang muka Rp1,4 juta, akan dibatalkan.

"Saya sendiri jelas menolak dibebankan biaya, karena seharusnya gratis, dan hanya membayar iuran Rp6.000 per hari."

Ia mengatakan dalam kesepakatan antara pengembang, Pemkot Depok dan APPSI, telah disetujui marketing lapak dilakukan oleh Dinas Pasar Kota Depok dan APPSI, pada Februari 2009. (K5)

Bisnis Indonesia

Jumat, 09 Oktober 2009

Gairahkan Kembali Pasar Tradisional Dengan Hanggarisasi

JAKARTA – PD Pasar Jaya kewalahan menertibkan pedagang kaki lima yang berjualan di depan pasar milik PD Pasar Jaya.
“Keberadaan mereka di depan pasar membuat pembeli enggan masuk ke dalam pasar resmi yang sudah kami sediakan,” ungkap Direktur PD Pasar Jaya, Djangga Lubis, Jumat (9/10).

Para pedagang kaki lima tersebut membuat akses masuk ke pasar tradisional resmi tertutup. Akibatnya warga memilih membeli kebutuhannya langsung kepada para pedagang kaki lima. “Mereka ingin belanja lebih mudah, mereka bisa tawar menawar tanpa turun dari motor,” ujar Djangga.

Dia merasa makin miris, ketika para pedagang yang biasanya berjualan di dalam pasar PD Pasar Jaya bergabung dengan PKL yang ada di depan pasar. “Mereka jadi tergiur dengan pendapatan yang didapatkan para PKL, akhirnya mereka ikut-ikutan berjualan di sana,” ungkapnya.

Rupanya, berjualan di pinggir pasar tidak perlu membayar sewa toko seperti di dalam pasar. Hal ini sangat disayangkannya, padahal saat ini pasar-pasar tradisional yang masih berdiri di Jakarta saat ini menghadapi masalah yang tidak mudah.

“Pasar-pasar kami mulai ditinggalkan pembeli,” tuturnya. Djangga mengakui, usia bangunan rata-rata pasar yang dikelola PD Pasar Jaya berusia 20 tahun. “Banyak yang kurang layak sebagai pasar dan sarana prasarana pasar kurang memadai,” ujarnya.

Sejumlah pasar juga mati akibat lingkungan di sekeliling pasar berubah. “Pasar tersebut pun hilang akibat tak mampu bersaing dengan pasar modern yang tumbuh semakin pesat,” ujar Djangga. Padahal aksesibilitas ke produsen/pabrikan atau ke lembaga pendanaan bagi pedagang masih kurang. Menurutnya, pola belanja masyarakat kini bergeser. “Mereka tak hanya ingin berbelanja tapi juga berekreasi,” ujarnya.

PD Pasar Jaya menurut Djangga menyiapkan sejumlah skenario untuk meningkatkan geliat pasar tradisional kembali. “Kami akan mengebamngkan sistem hanggarisasi dan peremajaan pasar,” ujarnya. Menurutnya, sistem ini bisa diterapkan dengan dana yang sedikit dan hasil yang bagus.

Pasar tradisional pun akan memamfaatkan lahan pasar secara optimal. “Kita akan lakukan mix use, di mana pasar akan dikawinkan dengan fasilitas lainnya seperti perkantoran dan hotel,” ungkapnya. Hal ini dimungkinkan didirikan pada lokasi-lokasi strategis seperti Pasar Benhil, Pasar Pramuka, Pasar Rumput, dan Pasar Blora. Pasar-pasar tradisional juga akan dikembangkan dengan konsep tematik. “Pasar tematik selalu bisa bertahan saat krisis,” ujar Djangga. Sedangkan pasar-pasar yang tidak mampu bertahan akan dilakukan sejumlah tindakan seperti regrouping dan dilikuidasi.

Demi meingkatkan angka kunjungan masyarakat ke pasar tradisional, PD Pasar Jaya pun akan mengintegrasikan pasar-pasar tersebut dengan stasiun Mass Rapid Transit (MRT). Djangga mengatakan, nantinya para pembeli bisa langsung memiliki akses ke pasar. “Pasar bakal ramai lagi,” ujarnya. Nantinya, akan dibangun jembatan toko atau akses jalan ke stasiun. “Namun akan lebih bagus lagi kalau ada akses langsung bawah tanah dari stasiun yang tembus ke pintu pasar,” kata Djangga di kantornya.

Sejumlah pasar yang akan terintegrasi dengan MRT adalah pasar Blok A (Jakarta Pusat), Blok M (Jakarta Selatan), Pasar Bendungan Hilir (Jakarta Pusat) dan Glodok (Jakarta Barat). Selain itu, juga akan ada pasar-pasar tradisional yang akan terintegrasi dengan stasiun loopline. Sejumlah pasar tersebut adalah pasar Blora (Jakarta Pusat), Palmeriam (Jakarta Timur), Pasar Tanah Tinggi Poncol (Jakarta Pusat) dan pasar Tanah Abang (Jakarta Pusat).

Menurut Djangga, desain bangunan delapan pasar ini akan diubah sesuai dengan kontur stasiun. Penambahan fasilitas yang masih dalam perencanaan yaitu penyatuan hotel dan perkantoran dengan pasar juga akan diakomodasikan dengan desain dasar pembangunan MRT. Djangga menambahkan, PD Pasar Jaya masih menunggu desain teknis dari pengelola MRT untuk integrasi ini. “Diharapkan integrasi ini akan berjalan seiring dengan pengoperasian MRT pada 2016 nantinya,” ujarnya.

Direktur Utama PT MRT Tribudi Rahadrjo, mengakui adanya integrasi dengan sejumlah pasar tradisional tersebut. Integrasi ini akan dilakukan di jalur MRT tahap I yaitu Lebak Bulus hingga Dukuh Atas. “Dalam desain dasar mendatang, integrasi ini akan kami kaji lebih mendalam,” lugasnya.

MRT tahap I Lebak Bulus-Dukuh Atas mempunyai panjang lintasan 14,2 Km. Jalur ini akan memiliki sembilan stasiun layang (Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja, dan Senayan) serta tiga stasiun bawah tanah (Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas).


PD Pasar Jaya juga akan memperkuat modal pedagang pasar melalui pengadaan usaha distribusi Depo Logistik. Menurut Djangga, saat ini mata rantai pasokan ke pedagang cukup panjang. Selain itu, volume belanja pedagang sangat terbatas sehingga harga pokok tinggi dan kurang bersaing. “Pedagang kalah bersaing dengan retail besar dan pasar modern,” ungkap Djangga.

Pasar yang akan dijadikan depo ini yaitu pasar Rumput (Jakarta Selatan), Cengkareng (Jakarta Barat), Perumnas Klender (Jakarta Timur), pasar Grogol dan pasar Sindang (Jakarta Utara). Sejumlah distributor juga akan digandeng yaitu Unilever, Indofood, ABC, Wings dan P&G.

PD Pasar Jaya juga akan membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) khusus trading bagi pengembangan depo. Sayangnya, Djangga juga belum tahu kapan realisasi depo logistik ini. “Depo memang penting untuk memutus mata rantai pasokan ke pedagang yang cukup panjang,” ujarnya. c09/tar

Kamis, 08 Oktober 2009

Pasar Jaya kaji peremajaan pasar secara integral

JAKARTA: PD Pasar Jaya, pengelola 151 unit pasar tradisional di Ibu Kota, tengah mengkaji peremajaan sejumlah pasar di kawasan premium untuk diintegrasikan dengan sarana pusat perkantoran dan apartemen.

Dirut PD Pasar Jaya Djangga Lubis mengatakan pola peremajaan pasar tradisional tersebut akan memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi perusahaan daerah milik Pemprov DKI itu serta pemanfaatan yang optimal dari lahan di lokasi strategis.

“Pasar Bendungan Hilir di Jl Sudirman Jakarta Pusat itu sebagai salah satu contoh pasar tradisional di lokasi premium yang peremajaannya layak diintegrasikan dengan pusat perkantoran dan apartemen,” katanya di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan peraturan daerah yang menjadi payung hukum pengelolaan dan penyelenggaraan pasar tradisional memungkinkan untuk peremajaan dengan pola yang terintegrasi antara pasar tradisional, pusat perkantoran dan apartemen.

Salah satu pertimbangan memilih alternatif pola itu adalah untuk meringankan PD Pasar Jaya dalam pembayaran pajak bumi dan bangunannya yang disesuaikan dengan nilai jual pajak kawasan yang cukup mahal.

“Kalau pasar tradisional di lokasi premium hanya diremajakan saja tentu beban pembayaran pajak bumi dan bangunannya sangat berat, kerena nilai jual objek pajaknya sangat tinggi. Apalagi banyak investor yang bisa diajak kerja sama untuk itu.”

Cari investor

Djangga juga mengungkapkan PD Pasar Jaya tengah mencari pengembang atau investor baru untuk menggarap proyek peremajaan 28 unit pasar tradisional, selain yang berada di lokasi premium itu dalam program renovasi tahap II 2010-2014 .

“Sebanyak 28 unit pasar itu merupakan bagian dari 59 unit pasar yang telah diprogramkan untuk diremajakan dengan melibatkan pihak ketiga. Kami juga membuka kesempatan bagi investor yang tertarik, karena keterbatasan keuangan kami,” katanya.

Menurut dia, selain 28 pasar yang ditawarkan kepada pengembang itu, ada 31 unit lainnya yang kini sudah selesai diremajakan dan direnovasi serta sebagian di antaranya sedang dalam proses penyelesaiannya.

Sejumlah pasar yang dikelola perusahaan daerah milik Pemprov DKI itu yang telah selesai diremajakan a.l. Pasar Tanah Abang Blok A Jakarta Pusat dan Pasar Santa Jakarta Selatan serta Pasar Tanah Abang Blok B yang sedang dalam proses konstruksi.

Sementara itu Ketua Umum Puskoppas DKI Wirman Shahab menyambut baik kebijakan manajemen PD Pasar Jaya yang membuka kesempatan bagi pengembang dari perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas maupun koperasi para pedagang yaitu Koperasi Pedagang Pasar (Koppas) dan Pusat Koperasi Pedagang Pasar (Puskoppas) DKI.

“Puskoppas menyambut tawaran baik dari PD Pasar Jaya untuk bergabung sebagai pengembang proyek peremajaan dan renovasi 28 unit pasar tradisional itu.”

Apalagi, lanjutnya, Puskoppas DKI sudah mendapat dukungan dari Koppas di setiap pasar tradisional yang kondisinya mendesak untuk diremajakan dan direnovasi dengan menjalin kerja sama dengan Bank BNI.

Senin, 31 Agustus 2009

Merasa Terdesak, Pedagang Pasar Tradisional Minta Proteksi

BANDUNG. Pedagang Pasar Induk Caringin, Bandung, Jawa Barat meminta agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bisa melindungi pasar tradisional, khususnya kebijakan yang bisa menjamin suplai barang masuk ke pasar tradisional.

"Jangan sampai supermarket modern mengambil produk pertanian langsung ke produsen. Ini mengakibatkan kami kekurangan suplai," ujar Indra Wijaya, salah satu pedagang yang melakukan dialog dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Pasar Caringin, Bandung, Jumat (21/8).

Menurut Indra, sejumlah supermarket modern yang ada di Bandung memasok produknya langsung ke produsen. Akibatnya, sering terjadi kelangkaan di pasar tradisional seperti sayur-mayur. "Kami meminta ada kebijakan yang mengatur agar barangnya masuk dulu ke pasar tradisional agar kami bisa hidup," tambah Indra.

Tak hanya itu, pedagang juga mempermasalahkan jarak antara pasar tradisional dengan supermarket modern. Indra bilang, pemerintah semestinya memberikan jarak agar pasar modern tidak mendesak pasar tradisional.

Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu menyatakan, pasar tradisional harus meningkatkan daya saingnya. "Pemerintah tidak bisa intervensi, namun diupayakan distribusi ke pasar induk dan tradisional bisa lancar," ujar dia.

Soal kewenangan pengaturan jarak pasar, Mari mengaku sudah menyerahkan mekanisme ini kepada pemerintah, termasuk soal perizinan pasar modern. "Pemda sudah diberi kewenangan untuk menentukan jarak. Yang terutama, supermarket modern hanya boleh di jalan utama," jelas Mari.

Untuk pengaturan pasar itu, Mari meminta agar pemerintah daerah membentuk forum bersama antara pelaku pasar tradisional dengan pelaku bisnis supermarket modern.


Kamis, 30 Juli 2009

Blitar Larang Indomart dan Alfamart Masuk Kelurahan

TEMPO Interaktif, Blitar - Wali Kota Blitar Djarot Syaiful Hidayat melarang pendirian Indomart dan Alfamart di kelurahan. Pemerintah daerah setempat juga belum menerbitkan izin pendirian swalayan dan mal untuk melindungi pengusaha kecil.

Djarot mengatakan keberadaan Indomart dan Alfamart memang cukup membantu kebutuhan masyarakat. Namun jika tidak dikelola dengan baik, waralaba tersebut akan menjamur dan menggeser toko kecil atau toko sembilan bahan pokokmilik masyarakat. “Indomart dan Alfamart tidak boleh masuk ke kelurahan,” kata Djarot kepada Tempo, Kamis (30/7).

Larangan tersebut menurut Djarot dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Wali Kota, dimana pemerintah daerah hanya memberikan izin pendirian dua waralaba di setiap kecamatan. Pemerintah tidak akan segan mencabut izin usaha dan membongkar bangunan jika ada pengusaha yang main kucing-kucingan.

Salah satu kepala daerah terbaik versi Majalah Tempo tahun 2008 ini mengaku tidak peduli meski menuai kecaman dari berbagai pihak karena kebijakannya tersebut. Menurut dia, proteksi terhadap pengusaha kecil bisa dilakukan pemerintah selama masyarakat belum mampu untuk mandiri. “Peduli setan orang mau sebut saya Wali Kota anti mal,” katanya.

Kebijakan ini menurut Djarot telah menyelamatkan 20 ribu pengusaha mikro yang bergerak di sektor formal dan informal. Sebab di lain sisi pemerintah terus menyediakan pinjaman lunak sebagai modal usaha. Salah satunya dengan menerbitkan surat izin usaha kepada para pedagang kaki lima. Dengan hanya menunjukkan Kartu Tanda Penduduk, mereka bisa mendapatkan surat izin tersebut secara gratis.

Uniknya, surat tersebut sekaligus berfungsi sebagai agunan kepada lembaga perbankan untuk mendapatkan pinjaman sebesar Rp 5 juta. Dengan sistem ini, Djarot mengklaim terjadinya pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen pada tahun ini.

Djarot juga mewajibkan semua tamu pemerintah dari luar kota untuk menginap jika berkunjung ke Kota Blitar. Dengan menginap mereka akan memberikan pemasukan bagi pengelola hotel, rumah makan, hingga hiburan. Kebijakan ini cukup efektif mengingat jumlah kunjungan pejabat melalui program studi banding dari berbagai daerah mencapai dua kali dalam sepekan.

Ny Sumini, 45, warga Kelurahan Kepanjen Kidul, Kota Blitar mengaku nyaman mengelola usaha toko sembilan bahan pokok. Meski tidak terlalu besar, usaha penjualan kebutuhan pokok miliknya cukup menuai keuntungan dengan tidak adanya waralaba. “Kalau ada Indomart di sini sudah habis usaha saya,” katanya.

Dia berharap pemerintah memperbesar plafon pinjaman dan tidak mempersulit proses pengajuannya. Selama ini dia mengaku kesulitan untuk menambah nilai pinjaman dengan agunan terbatas.

Jumat, 17 Juli 2009

Presiden punya janji kepada koperasi

Stadion Sempaja Samarinda, Kaltim, dipenuhi ribuan pelajar dan tamu undangan sejak pukul 11.00 Wita, Rabu. Bukan untuk menonton pertandingan olahraga, tetapi mengikuti peringatan puncak Harkop ke-62.

Mereka yang menempati tenda utama, tenda sayap kiri, teribun barat, dan tenda sayap kanan tampak sabar menunggu, meski acara dan kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru dimulai pada pukul 14.00 Wita.

Untuk menjaga semangat undangan, panitia menyuguhkan pertunjukan seni musik, dan atraksi marching band Bontang.

Acara peringatan baru dimulai pukul 15.00 Wita, setelah Presiden dan Ibu Negara Ani Yudhoyono memasuki tempat kegiatan, diiringi Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, Gubernur Kaltim H Awang Faroek Ishak, dan Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono.

Mereka disambut tepung tangan meriah, dan tarian tarian Ganjar-ganjur persembahan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Dalam sambutannya, Gubernur Faroek Ishak menyatakan Kaltim siap menjadi provinsi koperasi sebagai bukti kesungguhan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan. Hal ini, karena koperasi dinilai mampu berperan dalam pengembangan potensi lokal.

Dengan koperasi akan tercipta kegiatan usaha bersama yang mampu membuka lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran yang perlu mendapat perhatian lebih serius.

Peningkatan peran

Presiden yakin koperasi akan menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa jika digerakkan secara baik dan benar untuk mendukung ekonomi yang mandiri. Perkembangan koperasi yang anggotanya mencapai 30 juta orang juga mendapat apresiasi positif.

"Pertumbuhan koperasi dan UMKM harus terus didorong dengan berbagai usaha yang efektif dan inovatif sehingga mampu mengimbangi kegiatan ekonomi besar yang sudah mengglobal dengan memanfaatkan berbagai potensi lokal," kata Presiden.

Presiden berjanji mengalokasikan anggaran bantuan permodalan bagi koperasi dan usaha kecil menengah hingga Rp100 triliun dalam 5 tahun mendatang. Dalam 5 tahun terakhir, pemerintah menganggarkan Rp34 triliun, yang disalurkan dengan berbagai skema, seperti kredit usaha rakyat (KUR).

Diakuinya, kegiatan perusahaan yang mengglobal dengan modal besar untuk mendukung ekonomi negara tidak bisa diabaikan, tetapi peningkatan peran koperasi dan UMKM juga sangat diperlukan karena berkaitan langsung dengan perekonomian rakyat yang diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran.

Terkait dengan hal itu, koperasi perlu mencari terobosan usaha baru yang lebih kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan berbagai potensi lokal untuk meraih peluang pasar. "Saat ini di dunia usaha dikenal dengan go-global, namun hal itu harus dimbangi dengan kegiatan usaha lokal."

Dia menyebutkan berbagai peluang itu antara lain usaha bidang ketahanan pangan, mulai dari komoditas beras jagung, kedelai, buah-buhan, dan sayur-mayur. Selain itu dapat juga dalam bidang energi, terutama bioenergi sehingga secara bertahap Indonesia mampu mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak yang tidak bisa diperbarui.

Koperasi juga dapat terus mengembangkan usaha kreatif, berupa batik dan berbagai kerajinan yang jumlahnya sangat banyak, untuk menciptakan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Peningkatan usaha koperasi tentunya harus diimbangi dengan penyediaan bantuan modal yang memadai, dan Presiden berkomitmen menambah alokasi dana yang tentunya harus disertai dengan penyerapan anggaran yang memadai. (redaksi@bisnis.co.id

Renovasi sembilan pasar terancam gagal Sebagian dana stimulus masih tertahan

JAKARTA: Program revitalisasi pasar yang melibatkan koperasi di sembilan lokasi dan satu areal pedagang kaki lima (PKL) terancam gagal, karena anggarannya belum dicairkan oleh Depkeu.

Pasar itu merupakan bagian dari 91 pasar tradisional serta 13 PKL yang masuk agenda revitalisasi oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM, dengan dana stimulus fiskal Rp100 miliar.

Ahmad Zabadi, Asisten Deputi Urusan Sarana dan Prasarana Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan kemungkinan besar tidak jadi merevitalisasi pasar di sembilan lokasi, dan satu areal PKL itu jika hingga pertengahan Agustus 2009 dananya tidak dicairkan Depkeu.

Hal itu terkait dengan adanya perubahan sasaran ke lokasi lain, seperti relokasi PKL di Demak, Jateng, yang dipindahkan ke Sumenep, Jatim. "Depkeu minta kepada kami bukti tertulis dari Panitia Anggaran DPR, bahwa [DPR] telah setuju terhadap perubahan lokasi dari sembilan pasar serta 1 areal PKL," ujarnya kemarin.

Menurut dia, permintaan itu telah disampaikan ke Panitia Anggaran DPR, dan jawabannya tidak perlu lagi surat tertulis untuk Depkeu, karena yang berubah hanya lokasi, sedangkan jumlah pasar dan PKL yang direvitalisasi tetap.

Kementerian Koperasi hanya bisa menunggu keputusan Depkeu terhadap DIPA sembilan pasar tradisional dan PKL itu. Adapun DIPA pada 82 titik revitalisasi pasar tradisional dan 12 lokasi PKL sudah disetujui Depkeu untuk dicairkan.

Program tersebut tersebar di 32 provinsi dan 87 kabupaten/kota. Pasar yang dibangun akan dikelola koperasi, sedangkan status pasar tetap milik pemda.

Revitalisasi dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja serta mengundang masyarakat untuk berbelanja karena pasar tradisional akan ditata secara modern. Kesan kumuh, bau dan semrawut tidak dihapus dalam konsep itu.

Melalui program itu Kementerian Koperasi memperkirakan bisa menyerap 37.440 orang tenaga kerja. Asumsinya, dari 91 pasar tradisional yang dibangun menyerap 36.400 orang, sementara itu 13 lokasi PKL menyerap 1.040 orang.

Kepentingan masyarakat

Hasto Kristiyanto, anggota Panitia Anggaran DPR dari Komisi VI, mengatakan dalam konteks dana stimulus sebaiknya pemerintah tidak terjebak dalam kebijakan karena dana stimulus diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.

"Termasuk mendorong UMKM lebih produktif. Keterkaitan DPR kan, hanya pada aspek politis, jadi persoalan itu harus diselesaikan antardua instansi."

Bagaimana kondisi perekonomian masyarakat bisa meningkat jika ada persoalan kecil lalu harus ada persetujuan dari DPR. Ruangan itu menjadi masalah Depkeu dan Kemenkop serta UKM.

Depkeu juga tidak perlu mengontrol terlalu jauh, apalagi dana stimulus yang dikeluarkan mampu menciptakan lapangan kerja. "Yang penting dikontrol adalah aspek akuntabilitasnya."

Oleh karena itu, Menteri Koperasi diingatkan untuk memperjuangkan pencairan dana stimulus itu. Sebagai pelaksana sehari-hari pemerintahan, Menkop berwenang melaksanakan tugas instansinya. "Menkop harus melakukan terobosan agar anggaran itu dicairkan."

Secara terpisah, Wakil Ketua Kadin Bidang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah dan Koperasi Sandiaga S. Uno meminta pemerintah untuk memberikan perhatian serius terhadap koperasi yang menjadi salah satu pilar ekonomi rakyat.

"Kadin dan pemerintah melalui Kementerian Koperasi terus berusaha membantu agar koperasi bisa berjalan sesuai harapan kami," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini. (Sepudin Zuhri) (ginting. munthe@bisnis.co.id)

Pasar Tradisional Direhab

JAKARTA(SI) – Sejumlah pasar tradisional akan direhabilitasi dengan prinsip modern. Tidak hanya untuk jualan,tapi juga untuk tempat bergaul anak muda.

Modernisasi pasar ini ditarget selesai 2015. Direktur Utama (Dirut) PD Pasar Jaya Djangga Lubis mengatakan, rehabilitasi pasar tradisional Jakarta tidak hanya untuk transaksi jual beli kebutuhan bahan pokok, tapi juga untuk lokasi bergaul bagi seluruh kalangan.

”Nantinya pasar sebagai tempat nongkrong,tempat minum kopi,” jelas Djangga saat Rapat Kerja (Raker) PD Pasar Jaya di Grand Jaya Raya Resort kemarin. Citra pasar tradisional yang kumuh, bau, dan becek juga akan dihilangkan. Djangga menjamin pasar tradisional akan menyamai pasar modern yang bersih dan nyaman.

”Tidak akan ada pasar yang kumuh,bau,dan jorok lagi,”tegasnya. Djangga juga menyatakan akan memasang air conditioner (AC) di setiap pasar tradisional sehingga pengunjung merasa nyaman. Pasar tradisional akan difasilitasi tangga berjalan dan lift,juga hot spot dan areal parkir yang luas untuk menarik minat masyarakat datang ke pasar tradisional.

Dia pun membentuk divisi pemberdayaan dan pengawasan khusus. ”Semua pedagang akan memakai seragam. Kami juga akan melatih teknik berbicara para pedagang,” jelasnya. Sayangnya, Djangga tidak merinci pasar mana saja yang akan direhabilitasi secara modern itu. Namun, target rehabilitasi pasar selesai pada 2015.

Berdasarkan data, ada 59 pasar yang akan direhabilitasi. Salah satu yang sudah selesai diperbaiki adalah Pasar Blok M dengan anggaran Rp400 miliar. Pola rehabilitasi yang dilakukan adalah kerja sama dengan pihak ketiga atau pengembang.

Asisten Perekonomian dan Administrasi DKI Jakarta Mara Oloan Siregar menambahkan, saat ini 10.000 kios di 151 pasar tradisional di DKI Jakarta tidak laku dijual sehingga bangunan pasar terbengkalai dan rusak.Kosongnya kios ini karena lokasi pasar yang jauh dari permukiman. Harga kios yang mahal juga menjadi penyebab tidak lakunya kios pasar tradisional ini.

Mara Oloan mengatakan, ke- 10.000 kios itu seharusnya diisi pedagang kaki lima (PKL) yang jumlahnya mencapai ratusan ribu. ”Manajer pasar harus dapat membujuk para PKL agar segera menempati kios tersebut sehingga kualitas pasar meningkat dan citra PKL yang membuat semrawut kota pun hilang,”tegasnya.

Dia meminta petinggi Pasar Jaya bekerja maksimal dengan memberi target pengisian kioskios tersebut kepada para manajer pasar.Jika perlu,untuk memacu semangat kerja para manajer, setiap tahun pasar dilombakan untuk dicari yang terbaik pengelolaannya.

”Kalau ada manajer yang berperilaku negatif seperti masih terpaku pada kejayaan PD Pasar Jaya di masa lalu atau terlalu cepat puas atas hasil yang dikerjakannya, sekolahkan dulu agar dapat kembali ke jalan yang benar,” ucapnya.

Dia meminta kepada jajaran direksi PD Pasar Jaya untuk mencermati betul isi pasal dalam perjanjian jika bekerja sama dengan swasta dalam rehabilitasi pasar agar tidak ada yang dirugikan. ”PD Pasar akan kehilangan dan pedagang akan sengsara karena biasanya swasta menjual kios dengan harga tinggi,” jelasnya. (neneng zubaidah

Rabu, 15 Juli 2009

Menanti Juklak PERMENDAG RITEL

JAKARTA. Kisruh soal pengaturan lokasi pasar tradisional dan pasar modern mungkin akan segera terurai. Forum Komunikasi Ritel kini tengah menggodok petunjuk pelaksanaan (juklak) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI No 53/M-DAG/ PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Targetnya, pedoman pelaksanaan beleid yang sering disebut Permendag 53 itu bakal keluar akhir Juli ini.

Juklak itu nantinya akan menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk membuat aturan lokasi atau zonasi pasar di daerah mereka masing-masing. Juklak ini juga bisa menjadi pedoman penyelesaian perselisihan lokasi pasar modern yang ada saat ini.

Gunaryo, Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Depdag bilang, jika aturan Pemda telah selesai, nantinya, seluruh pihak harus melaksanakan aturan zonasi. Memang, ada dispensasi bagi gerai ritel modern yang memang sejak lama sudah ada di dekat pasar tradisional. "Dispensasi bisa diberikan pada peritel modern yang terkena aturan itu. Tapi, setelah masa izin penempatan bangunannya berakhir, mereka harus pindah," tandasnya.

Namun, juklak itu tidak akan otomatis menyelamatkan pasar-pasar tradisional yang ada di tanah air. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengingatkan, agar bisa bersaing dengan gerai ritel modern, para pengelola pasar tradisional juga terus berbenah. "Dari 13.450 pasar tradisional yang ada di Indonesia, belum ada 10%-nya yang menerapkan manajemen secara profesional. Dengan kondisi ini, jangan harap bisa bersaing dengan ritel modern," aku Ngadiran.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan menambahkan, penataan menjadi kunci utama agar pasar tradisional bisa bertahan. "Kalau mau dengan Rp 8 juta per meter persegi, sudah bisa kok dibangun pasar yang bagus," tandasnya.

Persoalan Trading term

Namun, selain zonasi pasar modern dan tradisional, masih ada masalah lain yang membelit industri ritel dalam negeri. Salah satunya soal perjanjian perdagangan (trading term) antara peritel modern dan para pemasoknya yang juga masuk dalam Permendag 53 tersebut. Catatan saja, trading term itu mencakup potongan harga khusus, potongan harga tetap, dan listing fee.

Selama ini, peritel modern banyak menuai gugatan dari pemasok karena memungut biaya trading term yang besar. Salah satu pihak yang banyak digugat terkait trading term ini adalah Carrefour.
"Misalnya, listing fee besar sekali sehingga tak jarang pemasok bangkrut karena persoalan listing fee ini," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto. Nah, Permendag 53 juga mengatur soal trading term ini.

Cuma, hingga kini, aturan trading term itu masih sering menjadi kontroversi. Direktur Urusan Korporat PT Carrefour Indonesia Irawan D. Kadarman bilang, masalah trading term merupakan kesepakatan business to business atau antar pebisnis. "Di situ kan memang tertulis, kalau ada inflasi atau apa, peraturan bisa disesuaikan lagi, tinggal asosiasi memasukkan kebijakan ke Departemen Perdagangan (Depdag)," kata Irawan.

Lagipula, menurut Irawan, kebijakan tiap peritel berbeda-beda, demikian pula sifat usaha pemasok. "Sehingga tidak bisa disamaratakan dalam satu Permendag," kilahnya. Dengan demikian, masih ada celah negosiasi antara peritel modern dengan pemasoknya mengenai kesepakatan harga kontrak yang berlaku.

Meski begitu, Irawan mendukung keberadaan Permendag 53. "Kita harapkan, kue pasar industri ritel akan terus berkembang, baik untuk pasar ritel tradisional maupun modern," ujarnya.

Sementara, Susanto berharap, pemerintah tetap menegakkan aturan yang ada di dalam Permedag itu. Di saat krisis saat ini, Susanto juga berharap pemasok dan pengelola ritel modern bisa saling bekerjasama dan mendukung. "Jangan ada lagi saling ancam lagi, kalau dulu sebelum ada regulasi boleh," ujarnya.

Susanto mengambil contoh di Perancis. Di negara tersebut, trading term baru saja diturunkan dari 20% menjadi 15%. "Langkah ini tepat, karena besarnya trading term bisa mempengaruhi harga barang. Dalam hal ini konsumen kan yang dirugikan karena harus membeli barang jauh lebih mahal," katanya.

Adapun Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Rudi Sumampouw bilang, meski sempat ada friksi antara pemain di industri ritel, sekarang ini permasalahan di antara mereka sudah cenderung mereda. "Khususnya untuk aturan trading term, baik pemasok maupun peritel modern sudah menyesuaikan dengan aturan yang ada," tandasnya.

Kamis, 25 Juni 2009

APRINDO : Pasar Tradisional lebih Murah dan Segar

JAKARTA. Peritel modern bersikukuh meminta aturan zonasi tidak diterapkan secara kaku. Aturan zonasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 tahun 2007 tentang pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern. Aturan tersebut diperjelas oleh masing-masing peraturan daerah.

Di Jakarta misalnya, ada Peraturan Daerah (Perda) No. 2 tahun 2002 tentang pengaturan jarak pasar modern dan tradisional. Dalam peraturan itu, jarak pasar modern minimal 2,5 kilometer (km) dari pasar tradisional.

Pengusaha ritel menilai, tanpa aturan zonasi pun, pasar tradisional dan ritel modern tetap bisa tumbuh dan berkembang. "Di Singapura dan Bangkok hal itu tetap terjadi. Ritel modern dan pasar tradisional tetap tumbuh. Meski terletak berdekatan, pasar dan toko tradisional tetap tumbuh," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Benjamin J Mailool, di Jakarta, Kamis (25/6).

Ia bilang, pasar modern dan ritel seharusnya menciptakan sinergi bukannya konfrontasi. Sebab kehadiran salah satu pihak tidak menyebabkan matinya unit usaha yang lain.

Menurutnya, zonasi ini butuh pembahasan secara serius dan tidak bisa diterapkan secara kaku. Bahkan, Benjamin menambahkan, infrastruktur dan kondisi daerah yang berbeda-beda mesti dijadikan salah satu rujukan jika ingin menerapkan aturan zonasi itu. "Penerapan zonasi di Jakarta pastilah berbeda dengan zonasi di Papua," katanya.

Menurutnya, pasar tradisional tetap bisa tumbuh karena memiliki karakteristik yang unik. "Di sana ada proses tawar menawar harga. Apalagi produk mereka lebih murah dan segar,” papar Benjamin.

Benjamin menuturkan, ritel modern bukanlah penyebab ambruknya pasar tradisional. "Harus dilihat juga bagaimana pembinaan pasar tradisional tersebut," tegasnya.


Kamis, 28 Mei 2009

'Pedagang tradisional frustrasi' Orientasi wirausaha dan aset terus menyusut

JAKARTA: Pedagang pasar tradisional sudah sampai taraf sangat frustrasi menghadapi persaingan yang timpang dengan toko modern, sehingga menurunkan kemampuan orientasi pasar dan kewirausahaan.

Demikian salah satu kesimpulan disertasi Aset Berbasis Pasar dan Hubungannya terhadap Kinerja Peritel: Peran Mediasi Orientasi Kewirausahaan dan Orientasi Pasar yang disampaikan Rizal Halim pada sidang akademik Universitas Indonesia, kemarin.

Dalam disertasinya, Rizal Halim yang meraih gelar doktor dalam Ilmu Manajemen Kekhususan Manajemen Pemasaran, menyatakan akibat penurunan orientasi kewirausahaan dan pasar menyebabkan kinerja pedagang pasar tradisional terpuruk, dan asetnya terus menyusut.

"Seharusnya jika makin tinggi intensitas persaingan, akan menguatkan orientasi kewirausahaan dan pasar yang akhirnya meningkatkan kinerja. Namun, karena pedagang pasar tradisional sangat frustrasi, mereka tidak mampu menciptakan yang semestinya terjadi," kata Rizal menjawab pertanyaan penguji, kemarin.

Tingkat frustrasi pedagang tradisional tersebut ditunjukkan dari angka negatif yang signifikan dari data korelasi antara intensitas persangan terhadap orientasi kewirausahaan.

Menurut Rizal, intensitas persaingan akan menurunkan orientasi pasar yang lebih besar lagi.

"Tingkat pedagang yang sangat frustrasi seperti sekarang ini jika sampai terus dibiarkan, bisa mengakibatan pedagang pasar tradisional dalam 5 tahun ke depan hilang."

Berdasarkan hasil penelitiannya, Rizal menemukan tiga faktor utama yang menyebabkan tingkat kewirausahaan dan orientasi pasar perdagangan tradisional makin memburuk.

Pertama, faktor lokasi toko modern yang makin berdekatan dengan pasar tradisional sehingga menimbulkan persaingan yang tidak adil, karena peritel modern didukung dengan modal kuat dan manajemen yang baik.

Kedua, harga pembelian produk di toko modern umumnya lebih rendah dibandingkan dengan harga pembelian pedagang di pasar tradisional.

Ketiga, inkonsistensi kebijakan pemerintah daerah dalam memperuntukkan lahan wilayahnya, seperti di Margonda, Depok, yang seharusnya dalam 25 tahun ini difokuskan untuk wilayah pendidikan kini malah dikepung toko modern.

Ketiga faktor tersebut menyebabkan kinerja dan aset yang dimilikipedagang terus menurun. "Jika sebelumnya pedagang punya tiga lapak, saat ini tidak lagi yang dimiliki, dan sebagian di antaranya terpaksa menyewa," kata Rizal.

Harga kios

Pada bagian lain, Rizal mengungkapkan peremajaan pasar yang diserahkan kepada swasta membuat para pedagangnya tidak bisa menebus kios yang sebelumnya ditempati, karena pengembang mematok harga tinggi.

Menurut dia, untuk menghindari pengikisan jumlah pedagangpasar tradisional, pemerintah harus membenahi cara pemberian izin dengan tidak memperbolehkan toko modern berlokasi atau mendekati permukiman, mengingat pasar tradisional dan toko kecil banyak berada di wilayah tersebut.

Di samping itu, pemerintah juga diminta membuat kebijakan yang menyebabkan harga barang sejenis di toko modern dijual lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar tradisional.

"Misal, dengan cara pengenaan pajak yang akan berpengaruh pada harga jual di toko modern," katanya menjelaskan.

Pengelola pasar juga diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pedagang tradisional atas manajemen ritel, seperti pentingnya pencahayaan untuk menarik pengunjung, sirkulasi pengunjung, tata cara pembuangan sampah, dan memberikan lorong lalu lalang yang nyaman bagi pengunjung.

Selain itu, diharapkan ada asosiasi pedagang pasar yang berinisiatif membuat pusat distribusi. Asosiasi tersebut membeli jumlah barang dalam partai besar dari industri, sehingga ketika dikontribusikan, pedagang bisa mendapatkan harga beli yang kompetitif.

Pemerintah pada tahun ini mengalokasikan dana renovasi untuk sejumlah pasar tradisional senilai Rp435 miliar, dalam program stimulus 2009.

Dana tersebut disalurkan melalui dua institusi, yakni Kementerian Negara Koperasi dan UKM sebesar Rp100 miliar dan Departemen Perdagangan sebesar Rp335 miliar.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM optimistis dana tersebut sudah mulai disalurkan pada Juni 2009.

Sebaliknya Departemen Perdagangan terpaksa menunda programnya dengan alasan ketidaksiapan pemerintah daerah, setelah sebelumnya Komisi VI DPR meminta dilakukannya verifikasi pasar sasaran. (linda.silitonga@bisnis. co.id)

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia