Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Pemerhati dan pelaku pembangunan ulang Pasar tradisional. Ya, itulah saya, yang 5 tahun terakhir konsen untuk mendedikasikan aktivitas bisnis dan Grup usaha dalam rangka melayani pedagang tradisional untuk mendapatkan haknya kembali menikmati Pasar Tradisional yang bersih, nyaman dan aman, layaknya Pasar Modern lainnya. Mereka bisa, seharusnya PASAR TRADISIONAL juga BISA!!!!!!! ITQONI GROUP sudah membuktikannya DUA KALI!!!!

Rabu, 18 Agustus 2010

Pasar tradisional diminta dikelola profesional

JAKARTA:Peneliti ritel Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rizal Halim mengharapkan pemerintah daerah segera menempatkan tenaga profesional pengelola pasar tradisional guna meningkatkan daya saing di tengah persaingan pasar eceran yang makin sengit.

"Saat ini pasar tradisional tidak hanya bersaing dengan toko modern yang dikelola oleh pemodal kuat, melainkan juga dengan pasar tradisional yang dikelola serius oleh kalangan swasta dan biasanya dibangun oleh pengembang satu perumahan. Kalau pasar tradisional tidak dikelola dengan manajemen yang profesional, sulit bersaing,” kata Rizal hari ini.

Dia memantau saat ini pasar tradisional yang dimiliki pemerintah daerah kebanyakan mempekerjakan tenaga kerja yang menjelang atau bahkan sudah memasuki usia pensiun. Mereka diperbantukan untuk mengelola pasar.

Adapun kalangan swasta yang juga membangun semacam pasar tradisinal di lingkungan suatu perumahan mengelola pasarnya dengan serius dan menempatkan tenaga professional untuk menjalankan manajemennya.

“Selama ini alokasi [dana untuk] pemeliharaan [pasar] tidak dipikirkan, dan yang mengelolanya adalah [tenaga kerja] yang [tidak] paham [cara mengelola pasar dengan baik],” kata Rizal.(bas)

Kamis, 12 Agustus 2010

Persaingan antarhipermarket akan sengit

Sejak liberalisasi perdagangan pada 1998 dimulai di Indonesia, pemain asing yang masuk ke Tanah Air seperti 'air bah'. Dimulai pada 1987 dengan berdirinya Convenience Store 'Circle K' waralaba asal AS dan 1988 saat Rimo Catur Lestari-pengelola Rimo Department Store-mendirikan Convenience Store 'Seven Eleven' waralaba asal AS.

Disusul Yaohan Departemen Store (ritel asal Jepang), Yogya Department Store didirikan oleh pengeloa Mark & Spencer (ST Michael, ritel asal Inggris). Pada 1993, Metro Department Store mendirikan gerai Metro dikelola oleh PT Metropolitan Retailment (Grup Rajawali) bekerja sama dengan Metro Singapore. Pada 1995, Indomarco Primatama mendirikan minimarket Indomaret oleh JC Penney-anak perusahaan PT Multipolar Crop bekerja sama dengan JC Penney, AS. Pada 1996, Wal Mart didirikan oleh PT Multipolar Crop Tbk bekerja sama dengan Wal Mart Stores Inc, AS. Gerai pertama dibuka di Lippo Karawachi, Tangerang.

Tak ayal, persaingan antarpelaku dari tahun ke tahun kian ketat. Terutama di sektor hipermarket, pasar modern yang sangat besar, dalam segi luas tempat dan barang-barang yang diperdagangkan. Selain tempatnya yang luas, hipermarket biasanya dan memiliki lahan parkir yang luas. Beberapa hipermarket di Indonesia a.l. Carrefour, Giant, Hypermarket dan Makro.

Persaingan antarpelaku hipermarket di Indonesia paling tidak selama 5 tahun ke depan diperkirakan berlangsung ketat. Terutama setelah hipermarker asal Korea Selatan, Lotte Mart hadir.

Hal itu pun diakui Nielsen Indonesia yang memperkirakan persaingan antarpemain hipermarket di Indonesia akan berlangsung sengit sampai 5 tahun mendatang. Terlebih setelah kehadiran hipermarket asal Korea Selatan Lotte Mart yang .

Direktur Servis Ritel The Nielsen Indonesia Yongky Susilo mengatakan peritel hipermarket akan melakukan sejumlah terobosan, dan satu sama lain saling berlomba untuk menghadirkan ide kreatifnya guna menarik konsumen untu berbelanja di gerainya.

"Masing-masing pemain [hipermarket] akan lebih inovatif dan kreatif dalam 5 tahun mendatang. Perlombaan kreatif untuk menarik konsumen akan dimulai, pemain yang sudah eksis tentunya tidak tinggal diam," kata Yongky kemarin.

Jumlah hipermarket di RI
Tahun Jumlah
2003 43
2004 68
2005 83
2006 105
2007 121
2008 127
2009 141
Sumber: The Nielsen Indonesia, 2010

Kembali menggeliat

Genderang persaingan tersebut akan dimulai sejak pertengahan tahun ini, setelah perkembangan hipermaret agak kendor pada 2009 karena dampak krisis ekonomi global. Setelah ekonomi mulai membaik, maka inilah waktunya para peritel hipermarket kembali bergeliat. "Di sinilah seninya industri ritel, tidak pernah stagnan dan selalu berevolusi," kata Yongky.

Nielsen memprediksi format hipermarket generasi mendatang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi konsumen pada masa 5 tahun mendatang, seperti memperhatikan masalah kemudahan, harga yang kompetitif, dan menyajikan produk yang sehat tetap akan menjadi warnanya.

Namun, jelasnya, hipermarket yang dikenal sebagai sebagai tempat belanja sekaligus rekreasi akan mulai berubah, sehingga memerlukan adanya terobosan agar rekreasi belanja mempunyai definisi baru di hipermarket.

Bahkan, menurut prediksi Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), pangsa pasar hipermarket yang sudah beroperasi di Indonesia diyakini bakal tergerus. Ketua Harian Aprindo Tutum Rahanta mengatakan akan terjadi pertarungan sesama pemain hipermarket, apalagi jika Lotte membuka gerai hipermarketnya di wilayah yang telah dibuka hipermarket lainnya yaitu Carrefour, Giant, dan Hypermart.

"Sedikit banyak [akan saling berebut pasar antara sesama hipermarket, jika lokasi gerai baru Lotte Mart, berdekatan [dengan hipermarket yang sudah hadir sebelumnya di lokasi yang sama]," kata Tutum.

Setelah membuka satu gerai hipermarketnya di Mal Gandaria, Aprindo meyakini Lotte akan berani menanamkan modalnya untuk secara cepat menambah jumlah gerai hipermarketnya tersebut di Indonesia. Apalagi peritel asal Korsel tersebut langsung mengakuisisi 19 gerai pusat perkulakan Makro yang kini berganti nama menjadi Lotte Mart Wholesale.

Lotte dinilai tidak akan menggerus pangsa pasar merek hipermarket yang sudah beroperasi di Indonesia, jelas Tutum, jika toko asal Korea Selatan tersebut memasuki wilayah baru yang belum dimasuki pemain hipermarket lainnya.

Namun, jelasnya, gencarnya peritel hipermaret untuk memasuki wilayah baru kembali akan tergantung pada regulasi dari pejabat daerah setempat, serta daya beli dari masyarakat setempat apakah memang layak untuk dilayani toko modern sebesar hipermarket.

Sekarang ini hipermarket, kata Tutum, memang sudah menyebar di banyak provinsi di Indonesia termasuk di wilayah seperti Bengkulu dan Jambi. "Pertumbuhan jumlah hipermarket di Indonesia per tahunnya sekitar 15%," kata Tutum. (linda.silitonga@bisnis.co.id/martin.sihombing@bisnis.co.id)

Jumat, 06 Agustus 2010

Carrefour siapkan 13 gerai baru

MAKASSAR: PT Carrefour Indonesia akan membuka 13 gerai baru pada tahun ini untuk melengkapi portofolio toko yang kini telah mencapai 82 unit di Tanah Air.

Direktur Corporate Affairs PT Carrefour Indonesia Irawan D. Kadarman mengatakan sebanyak enam gerai telah dioperasikan pada semester I, sedangkan tujuh unit lagi bakal dibuka mulai Agustus, termasuk di Trans Studio Mall Makassar.

Menurut dia, peritel asal Prancis tersebut akan terus menambah gerai karena peluang pasar masih besar, baik di Jawa maupun luar Jawa. Carrefour baru memiliki empat gerai di Sumatra dan satu unit di Kalimantan.

“Jumlah 82 unit belum terlalu banyak kalau dibandingkan dengan total populasi penduduk Indonesia. Bayangkan, di Sumatra kami hanya punya empat dan Kalimantan satu, peluangnya masih besar,” katanya kepada Bisnis di Makassar, hari ini.

Carrefour di Trans Studio Mall Makassar mulai beroperasi besok bersamaan dengan pembukaan pusat perbelanjaan milik CT Corporation dan Grup Kalla tersebut.

Kepemilikan mayoritas Carrefour Indonesia telah berpindah tangan kepada PT Trans Retail, anak usaha CT Corporation milik pengusaha Chairul Tandjung, menyusul akuisisi terhadap 40% saham senilai US$300 juta pada April lalu.

Irawan menuturkan kehadiran gerai keenam di Makassar adalah bentuk sinergi yang dilakukan dengan sayap bisnis grup CT Corporation. “Sejak akuisisi saham Carrefour, kami meningkatkan sinergi yang sejauh ini sangat positif,” katanya.

Dia menambahkan perseroan berkomitmen untuk terus menambah jumlah pemasok dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dapat menjajakan produknya di Carrefour.

Saat ini, pasar serba ada itu bermitra dengan lebih dari 4.000 pemasok yang 70% di antaranya merupakan segmen UMKM. Selain itu, 90% barang yang dijual merupakan produk dalam negeri.(jha)

Rabu, 04 Agustus 2010

Pasar tradisional diganti pasar ramah & segar

SANUR, Bali: Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menginginkan istilah pasar tradisional diganti dengan pasar ramah dan segar.

"Sebutan pasar ramah dan segar sangat sesuai dengan program revitalisasi pasar modern sebagai salah satu pusat perekonomian,” kata Mari hari ini saat meresmikan Pasar Sindu Sanur bersamaan dengan diselenggarakannya Sanur Village Festival (SVF) 2010.

Menyinggung keberadaan Pasar Sindu yang menelan biaya renovasi Rp4 miliar tersebut, Mendag menilai penataan pasar ini sudah standar dan baik. Terlebih pasar ini ada di kawasan objek wisata.

"Jika pasar ini sudah ditata dengan baik, sudah tentu wisatawan mancanegara akan tertarik untuk berkunjung dan mengenal lebih dekat apa saja ada di pasar tradisional tersebut," katanya.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika memberikan dukungan yang sangat besar terhadap pasar tradisional yang dikelola secara moderen. Namun Mangku mengingatkan agar produk yang diperjual belikan harus mencermikan produk lokal.

"Saya mohon, kalau boleh barang yang dijual adalah barang lokal, jangan pasar tradisional justru menjual produk Cina," katanya.

Pasar Shindu harus memiliki ciri khas, jika wisatawan mau mencari barang tradisional mereka bisa datang ke Pasar Shindu.

"Pasar tradisional harus memiliki ciri khas dengan pasar moderen," imbuhnya. Ia pun berharap produk organik yang kini tengah dikampanyekan oleh Bali bisa masuk ke pasar tradisional.

Ketua Yayasan Pembangunan Sanur Ida Bagus Gede Sidharta Putra mengatakan Pasar Sindu sebagai pusat perdagangan berbasis tradisi telah digagas sejak tahun 1969.

"Keberadaan pasar ini telah memberikan sumbangsih nyata bagi penggerak roda ekonomi Desa Sanur," katanya. (sut)

'Revitalisasi pasar perlu payung Inpres

JAKARTA (Bisnis.com): Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali menerbitkan instruksi presiden (Inpres) pembangunan pasar tradisional, menyusul anggaran revitalisasi yang dikucurkan delapan kementerian lebih bersifat sektoral.

Deputi Kerjasama dan Investasi Asparindo Suhendro mengatakan Inpres pembangunan pasar yang dibuat saat Presiden dijabat oleh Soeharto menjadikan penggunaan APBN dan APBD lebih fokus untuk pembangunan atau renovasi pasar tradisional.

"Dengan adanya Inpres, Presiden menginstruksikan pembangunan pasar lewat APBN, seperti pembangunan pasar inpres yang dibangun sesuai dengan inpres yang dikeluarkan pada era Presiden Soeharto," kata Suhendro hari ini.

Dengan inpres yang diterbitkan Soeharto ketika itu, lanjutnya, pemerintah mampu membangun sejumlah pasar tradisional di seluruh desa dan kecamatan di Indonesia dari Sabang sampai Papua.

Dia mengatakan saat ini sejumlah kementerian yang melakukan pembangunan pasar dengan mengalokasikan anggarannya masing-masing. Misalnya revitalisasi pasar oleh Kementerian Perdagangan, Pasar Sehat yang dibangun Kementerian Kesehatan, dan Pasar Ikan Higienis yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Demikian juga dengan Pasar Wisata yang dibangun Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Pasar Berseri yang dibangun Kementerian Lingkungan Hidup, Pasar Ternak yang dibangun Kementerian Pertanian.

Kementerian Koperasi dan UKM juga menganggarkan revitalisasi pasar, sedangkan Kementerian Dalam Negeri menyelenggaraklan diklat pengelolaan pasar tradisionl untuk pejabat strategis dan nonstrategis di lingkungan pemda.

Asparindo mencatat ada 80% dari 8.864 pasar tradisional yang saat ini kondisi bangunannya sudah tidak layak digunakan lagi, karena telah berusia di atas 20 tahun.

"Karena itu perlu ada revitalisasi dengan ketetapan dari pemerintah pusat pelaksaannya dengan alokasi anggaran dari APBN dan APBD," kata Suhendro. (sut)

Menurutnya, mengenai dana bisa didukung antara APBN dan APBD dengan melihat kemampuan dan komitmen setiap daerah. "Yang penting pelaksanaannya harus terintegrasi dan terkoordinasi di pusat dengan adanya badan atau dirjen pemberdayaan pasar tradisional, karena pengelola pasar di daerah berbeda."

Untuk memuluskan pelaksanaannya,jelas dia, perlu komitmen yang kuat dari pemerintah. Dalam hal ini Presiden Yudhoyono diminta untuk mengeluarkan inpres untuk pengaturan penggunaan anggaran untuk revitalisasi pasar. (sut)

Senin, 02 Agustus 2010

APPSI: Minimarket hanya libatkan pemodal kuat

JAKARTA (Bisnis.com):Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengeluhkan ekspansi minimarket yang masih didominasi pemodal kuat, dan mengenyampingkan pelaku usaha kecil dan usaha menengah setempat.

Padahal, Perpres No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern telah menginstruksikan izin usaha toko modern (IUTM) untuk minimarket diutamakan bagi pelaku usaha kecil dan usaha menengah setempat.

"Teorinya prioritaskan usaha kecil setempat, tapi praktiknya minimarket masih didirikan oleh kalangan berduit," kata Sekjen APPSI Ngadiran, hari ini.

Menurut dia, tanpa ada dukungan dari pemerintah akan sulit merealisasi harapan pemerintah seperti instruksi Perpres No. 112/2007 yang mengharapkan pewarung bisa 'naik kelas' memiliki toko modern minimarket dengan luas gerai di bawah 400 m2.

APPSI telah mengusulkan pada Kementerian BUMN agar mengucurkan dana untuk pinjaman bagi koperasi dengan bunga rendah dan pengembalian dalam tempo 5-7 tahun untuk mendirikan minimarket di wilayah kerja mereka.

Dia juga mengatakan untuk meringankan beban utang, APPSI mengharapkan peritel berjaringan minimarket membuka peluang bagi koperasi untuk memiliki saham 10%-15%.

"Karena untuk mendirikan minimarket itu membutuhkan dana Rp 300 juta-Rp 500 juta. Tidak mungkin pewarung mampu menyediakan dana sebesar itu untuk mengubahnya menjadi minimarket," kata Ngadiran.

Dengan alasan bisa meningkatkan taraf bisnis dan hidup usaha kecil tersebut, jelasnya, APPSI mendapat informasi minimarket tidak memiliki batasan dalam ekspansinya di sejumlah wilayah, baik di perpres maupun permendag tentang perpasaran.

Jika format toko modern lainnya, yaitu hipermarket, pusat perkulakan, supermarket, dan department store hanya boleh di lokasi tertentu, minimarket justru mendapat penegasan di perpres dan permendag yaitu boleh ada di seluruh sistem jaringan jalan dan diperkenankan di kawasan perumahan seperti halnya pasar tradisional.

Selain itu, minimarket juga tidak ada batasan jam buka dan tutupnya, berbeda dengan hipermarket, department store dan supermarket yang ada batasan jam kerjanya dari pukul 10.00 sampai pukul 22.00 waktu setempat.

"Perpres dan permendag [tentang pasar] kami nilai hanya 30% isinya yang mengatur pasar tradisional, sementara 70% lagi mengatur soal trading term [syarat bagi industri untuk memasok barang ke toko modern]. Karena itu kami harap UU Perdagangan segera terbit," kata Ngadiran. (sut)

Minggu, 01 Agustus 2010

Asparindo desak pembatasan kuota minimarket

JAKARTA (Bisnis.com):Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) mendesak dibuatnya kuota yang membatasi jumlah minimarket di suatu wilayah, menyusul makin menjamurnya toko modern skala terkecil tersebut.
Deputi Kerjasama dan Investasi Asparindo Suhendro juga mendesak pemerintah daerah di seluruh Indonesia mengeluarkan kebijakan seperti yang dilakukan Sragen dan Bantul yang hanya memperbolehkan 1-2 minimarket di satu kecamatan.
"Asparindo sudah mengirimkan surat ke Menteri Perdagangan agar dibuatkan aturan kuota minimarket, apalagi minimarket sampai sekarang ini baik di perpres dan permendag [perpasaran] belum ada aturan yang jelas," katanya hari ini.
Menurut Suhendro, makin ekspansifnya gerai minimarket dengan luas gerai di bawah 400 m2 tersebut karena tidak adanya penataaan. Akibatnya, tidak hanya omzet pedagang pasar tradisional saja yang tergerogoti, melainkan antarminimarket itu sendiri juga saling bersaing ketat karena jumlahnya yang terus bertambah di satu wilayah.
Asparindo juga menilai harapan pewarung dan wirausaha kecil ikut ikut terangkat bisnisnya dengan menciptakan ritel skala minimarket juga tidak terwujud, Mengingat yang terus tumbuh adalah minimarket berjaringan yang dikelola perusahaan besar.
"[Yang aktif melakukan ekspansi minimarket] adalah peritel besar yang sudah menguasai jaringan distribusi," kata Suhendro.
Untuk itu, tambahnya, Asparindo menyatakan dukungannya atas kebijakan yang dilakukan Bupati Sragen yang hanya memperbolehkan dua minimarket di satu kecamatan, atau seperti yang dilakukan di Bantul dengan satu minimarket per kecamatan.
Suhendro mendesak dilakukan kuota dengan mempertimbangkan jumlah minimarket dengan jumlah penduduk yang ada di satu daerah.
Dengan kuota tersebut, tambahnya, akan mengatasi omzet pedagang pasar tradisional yang terus tergerus seiring dengan maraknya pertumbuhan minimarket saat ini.
"Harus diingat bahwa sekitar 20% angkatan kerja di dalam negeri disumbang oleh sektor perdagangan, terutama dari aktivitas di pasar tradisional," kata Suhendro.
Seperti diketahui sejumlah pemerintah daerah mulai menertibkan minimarket seiring dengan makin gencarnya ekspansi minimarket.
Perlawanan pemda terhadap minimarket mulai terlihat dari kasus penyegelan 7 minimarket di Denpasar, Bali pada Juli 2010, dan 42 minimarket lainnya sedang diproses untuk ditindaklanjuti.
Penyegelan tersebut dilakukan karena minimarket tersebut dianggap melanggar Peraturan Walikota No. 9/2009 tentang Izin Pasar Modern. (s