Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Pemerhati dan pelaku pembangunan ulang Pasar tradisional. Ya, itulah saya, yang 5 tahun terakhir konsen untuk mendedikasikan aktivitas bisnis dan Grup usaha dalam rangka melayani pedagang tradisional untuk mendapatkan haknya kembali menikmati Pasar Tradisional yang bersih, nyaman dan aman, layaknya Pasar Modern lainnya. Mereka bisa, seharusnya PASAR TRADISIONAL juga BISA!!!!!!! ITQONI GROUP sudah membuktikannya DUA KALI!!!!

Rabu, 13 Mei 2009

Bukan Karena Peritel Modern

Bukan karena Kehadiran Peritel Modern

Kesuksesan Pasar Modern BSD City Marketplace dengan gamblang menunjukkan bahwa pasar tradisional sejatinya bisa dikembangkan menjadi lebih baik dan dikelola secara lebih profesional sehingga bisa bersaing dengan pasar modern. Dengan kata lain, dalam menjaga eksistensinya, pasar tradisional tidaklah cukup hanya berlindung pada peraturan pemerintah, seperti diatur dalam Perpres No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Permendag No. 53/2008 sebagai peraturan pelaksanaan Perpres itu, tetapi juga harus mampu membenahi kembali dirinya sendiri agar dapat tumbuh dan berkembang di tengah makin berkembangnya usaha perdagangan eceran modern berskala besar.

Jadi, jika pasar-pasar tradisional itu sendiri tidak dikembangkan dengan lebih baik dan dikelola secara lebih profesional mengikuti keinginan masyarakat, maka bukan tidak mungkin pasar tradisional pun makin ditinggalkan masyarakat, walaupun telah ada seperangkat peraturan pemerintah yang melindungi eksistensinya. “Sebenarnya pasar tradisional masih mendominasi nilai penjualan ritel nasional dan mereka memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki ritel modern, seperti barang dagangan yang segar, ada proses tawar-menawar, pembeli bisa membeli barang dalam volume begitu kecil, dan adanya social attachment antara penjual dan pembeli,” ujar Benjamin J. Mailool, ketua umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Peningkatan daya saing pasar tradisional tidak cukup hanya dengan mengandalkan pengaturan letak usaha ritel atau peraturan zonasi ritel dari pemerintah saja.

Hasil riset The SMERU Research Institute menegaskan hal itu. Dalam studinya tentang dampak supermarket terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di daerah perkotaan di Indonesia pada November 2007 terdapat dua temuan penting. Pertama, temuan kuantitatif menunjukkan bahwa supermarket secara statistik tidak memiliki dampak signifikan terhadap penerimaan dan keuntungan pedagang di pasar tradisional.

Kedua, temuan kualitatif menunjukkan bahwa kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional kebanyakan bersumber pada masalah internal pasar tradisional itu sendiri (bukan karena hadirnya pasar modern), yaitu minimnya infrastruktur dasar di pasar, meningkatnya persaingan pedagang pasar dengan para pedagang kaki lima yang memenuhi sekitar pasar, kurangnya dana pedagang pasar untuk pengembangan usaha, dan merosotnya daya beli pelanggan akibat lonjakan harga BBM. Oleh sebab itu, SMERU memberikan rekomendasi kebijakan bahwa untuk menjamin keberlangsungan pasar tradisional diperlukan perbaikan sistem pengelolaan pasar tradisional yang memungkinkannya dapat bersaing dan tetap bertahan bersama kehadiran supermarket.

Jadi, pasar-pasar tradisional sekarang dituntut harus mampu membenahi dirinya sendiri. Dan, seperti yang terlihat pada Pasar Modern BSD City, pembenahan itu terbukti bisa dilakukan. Pasar tradisional barangkali tidak bisa selamanya menuding pasar modern sebagai pihak yang bersalah dalam hidup matinya pasar tradisional. Pasar tradisional memang harus berbenah, baik dari segi fisik maupun manajemennya.

Manajemen PD Pasar Jaya, pembangun dan pengelola pasar-pasar tradisional di wilayah DKI Jakarta, mengakui hal itu. “Kalau kami berdiam diri, maka kami akan makin terpuruk,” tegas M. Nur Havidz, asisten manajer Divisi Humas PD Pasar Jaya. BUMD milik Pemprov DKI Jakarta ini menargetkan bisa melakukan peremajaan 63 pasar tradisional dari 151 pasar yang ada sampai tahun 2010 di Jakarta. Mereka juga akan meningkatkan kualitas para pedagangnya dengan cara memberikan pendidikan dan latihan agar bisa memberikan pelayanan prima kepada konsumen. “Jadi, jangan pasar sudah bagus, tetapi kualitas pedagangnya masih seperti dulu, misalnya berjualan masih pakai kaus kutang saja,” ungkap Havidz.

Pendanaan untuk membenahi pasar tradisional sebenarnya bukanlah persoalan besar. Pasalnya, Departemen Perdagangan telah menyediakan dana revitalisasi pasar tradisional yang setiap tahun terus meningkat. Pada 2007 sebesar Rp80 miliar untuk revitalisasi 80 pasar tradisional. Lalu pada 2008 sebesar Rp167 miliar untuk 104 pasar tradisional. Dan, tahun ini telah dialokasikan dana sebesar Rp250 miliar untuk pembangunan dan perbaikan pasar tradisional. Departemen Perdagangan mencatat terdapat 13.450 unit pasar tradisional di seluruh Indonesia yang menjadi tempat berkumpulnya 12,6 juta pedagang. Sektor perdagangan menyumbang sekitar 13% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Tidak ada komentar: