Program revitalisasi pasar tradisional sejauh ini tidak memberikan manfaat yang optimal bagi para pedagang. Padahal, pasar tradisional memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di daerah.
UMKM, yang merupakan segmen utama pasar tradisional, berperan dalam membuka lapangan kerja secara luas dan menciptakan pendapatan bagi sebagian besar pekerja berpendapatan rendah. Implikasinya, peningkatan peran UMKM tidak hanya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun juga mengurangi kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan. Selain itu, UMKM juga berperan besar dalam penyediaan dan distribusi barang dengan harga murah untuk konsumsi domestik.
Sayangnya, meski memiliki peran dan kontribusi signifikan, kondisi pasar tradisional kini tidak terlalu menggembirakan, untuk tidak dikatakan semakin memburuk. Jumlah pasar tradisonal yang mencapai 24 ribu dan menyediakan lapangan kerja setidaknya kepada 12 ribu pedagang, namun dalam tahun-tahun terakhir ini mengalami pertumbuhan minus 8% per tahun dibandingkan pertumbuhan pasar modern yang mencapai 31,4%.
Parahnya lagi, tekanan persaingan terbesar bagi pasar tradisional justru datang dari minimarket yang berlokasi dekat permukiman. Kondisiini membuat pasar tradisional terpukul dan sebagian malah mulai terancam bangkrut Tanpa ada perubahan signifikan, pasar tradisional dipastikan akan semakin tersingkir.
Saling Mengisi
-Wia memiliki UU No 9/1995 ten-tanfeUsaha Kecil dan UU Penanaman Modal 2007, yang seyogianya menjadi acuan untuk meninjau ulang tata perekonomian kita agar lebih berpihak kepada UMKM sebagai basisekonomi domestik. Dengan aturan ini, pasar tradisional dan pasar modern semestinya tidak lagi dihadapkan pada posisi saling berlawanan, justru sebaliknya, bagaimana memanfaatkan keberadaan pasar modern untuk memajukan pasar tradisional. Pasar modern juga harus dituntut untuk membuka diri bagi pemasok-pemasok UMKM dengan persyaratan yang ringan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pasar modern memiliki posisi tawar yang sangat kuat di hadapan UMKM yang menjadi supplier-nya. Upaya-upaya menegakkan persaingan sehat seperti ini jauh lebih dibutuhkan UMKM daripada intervensi proteksio-nis yang seringkali mendistorsi pasar dan rawan korupsi.
Di saat yang sama, ketentuan jarak antara pasar modern dan pasar tradisional juga tetap harus ditegakkan. Pasar-pasar modern yang melanggar ketentuan tata ruang dan berada di jalur hijau, juga harus ditindak secara tegas. Pasar modern yang berdiri di daerah persimpangan jalan (junction), sehingga sering menyebabkan kemacetan parah, juga ndak boleh lagi terjadi.
Hal yang juga tak kalah pentingnya adalah jangan sampai pemerintah daerah dan pengelola pasar tradisional membiarkan para pemodal dan pedagang besar membangun ruko-ruko di sekitar pasar tradisional, sehingga menarik pedagang untuk mengumpul di luar pasar. Para pedagang kaki lima yang banyak berjualan di luar pasar juga harus direlokasi ke dalam pasar secara persuasif, disertai dengan pemberian insentif-insentif yang tepat
Reformasi Internal
Namun, permasalahan mendasar pasar tradisional adalah lemahnya pengelolaan dan manajemen yangmembuat perkembangannya sangat lambat Ada dua masalah penting terkait hal ini, yakni anggaran dan kewenangan. Ruang manuver bisnis BUMD pengelola pasar tradisional selama ini banyak terhambat karena dua masalah dasar ini. Peremajaan bangunan, misalnya, sering terkendala anggaran dan pengalihan aset yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah daerah dan DPRD.
Selain itu, dibutuhkan pula reorganisasi dan reformasi SDM di tubuh pengelola pasar tradisional. BUMD pengelola pasar tradisional selama ini lebih banyak dipimpin oleh orang-orang nonbisnis yang tidak memiliki kualifikasi dan naluri entrepreneur-shipyang memadai. BUMD pengelola pasar juga banyak terbelenggu oleh cara-cara kerja lama yang tradisional, inefisien, dan tidak produktif.
Langkah penting lainnya adalah penerapan kontrak kerja secara ketat Seiring perluasan kewenangan dan peningkatan modal, sumber dana BUMD pengelola pasar akan semakin luas dan tidak lagi hanya berasal dari penerimaan di pasar tradisional, seperti penerimaan service charge, perizinan, dan retribusi sarana serta prasarana, namun juga dapat berasal dari hasil kerja sama, seperti hak atas satuan apartemen/rumah susun, perkantoran, dan tempat usaha, serta kerja sama dengan pihak ketiga.
Dengan potensi penghimpunan dana yang jauh lebih besar, ke depan kinerja BUMD pengelola pasar harus dapat dievaluasi secara progresif! Kelemahan terbesar dalam pengelolaan BUMD selama ini adalah agency problem, yaitu ketiadaan insentif untuk monitoring secara berkesinambungan. Untuk itu, dibutuhkan penerapan kontrak kinerja, di mana manajemen akan mendapat rewards and penalties berdasarkan kinerja perusahaan.
Dengan demikian, kata kunci bagi program revitalisasi pasar tradisional yang sepatutnya kita lakukan adalah penciptaan daya saing pasar tradisional itu sendiri untuk melahirkan trading belt corridors, melalui penciptaan lapangan kerja, mempromosikan komoditas unggulan daerah, dan pada gilirannya akan meningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Semoga! Sigit Pramono dan Yusuf
Wibisono adalah Ekonom The Indonesian Development of Institution and Economics (Indie Institute)
Sumber: INVESTOR DAILY INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar