JAKARTA – PD Pasar Jaya kewalahan menertibkan pedagang kaki lima yang berjualan di depan pasar milik PD Pasar Jaya.
“Keberadaan mereka di depan pasar membuat pembeli enggan masuk ke dalam pasar resmi yang sudah kami sediakan,” ungkap Direktur PD Pasar Jaya, Djangga Lubis, Jumat (9/10).
Para pedagang kaki lima tersebut membuat akses masuk ke pasar tradisional resmi tertutup. Akibatnya warga memilih membeli kebutuhannya langsung kepada para pedagang kaki lima. “Mereka ingin belanja lebih mudah, mereka bisa tawar menawar tanpa turun dari motor,” ujar Djangga.
Dia merasa makin miris, ketika para pedagang yang biasanya berjualan di dalam pasar PD Pasar Jaya bergabung dengan PKL yang ada di depan pasar. “Mereka jadi tergiur dengan pendapatan yang didapatkan para PKL, akhirnya mereka ikut-ikutan berjualan di sana,” ungkapnya.
Rupanya, berjualan di pinggir pasar tidak perlu membayar sewa toko seperti di dalam pasar. Hal ini sangat disayangkannya, padahal saat ini pasar-pasar tradisional yang masih berdiri di Jakarta saat ini menghadapi masalah yang tidak mudah.
“Pasar-pasar kami mulai ditinggalkan pembeli,” tuturnya. Djangga mengakui, usia bangunan rata-rata pasar yang dikelola PD Pasar Jaya berusia 20 tahun. “Banyak yang kurang layak sebagai pasar dan sarana prasarana pasar kurang memadai,” ujarnya.
Sejumlah pasar juga mati akibat lingkungan di sekeliling pasar berubah. “Pasar tersebut pun hilang akibat tak mampu bersaing dengan pasar modern yang tumbuh semakin pesat,” ujar Djangga. Padahal aksesibilitas ke produsen/pabrikan atau ke lembaga pendanaan bagi pedagang masih kurang. Menurutnya, pola belanja masyarakat kini bergeser. “Mereka tak hanya ingin berbelanja tapi juga berekreasi,” ujarnya.
PD Pasar Jaya menurut Djangga menyiapkan sejumlah skenario untuk meningkatkan geliat pasar tradisional kembali. “Kami akan mengebamngkan sistem hanggarisasi dan peremajaan pasar,” ujarnya. Menurutnya, sistem ini bisa diterapkan dengan dana yang sedikit dan hasil yang bagus.
Pasar tradisional pun akan memamfaatkan lahan pasar secara optimal. “Kita akan lakukan mix use, di mana pasar akan dikawinkan dengan fasilitas lainnya seperti perkantoran dan hotel,” ungkapnya. Hal ini dimungkinkan didirikan pada lokasi-lokasi strategis seperti Pasar Benhil, Pasar Pramuka, Pasar Rumput, dan Pasar Blora. Pasar-pasar tradisional juga akan dikembangkan dengan konsep tematik. “Pasar tematik selalu bisa bertahan saat krisis,” ujar Djangga. Sedangkan pasar-pasar yang tidak mampu bertahan akan dilakukan sejumlah tindakan seperti regrouping dan dilikuidasi.
Demi meingkatkan angka kunjungan masyarakat ke pasar tradisional, PD Pasar Jaya pun akan mengintegrasikan pasar-pasar tersebut dengan stasiun Mass Rapid Transit (MRT). Djangga mengatakan, nantinya para pembeli bisa langsung memiliki akses ke pasar. “Pasar bakal ramai lagi,” ujarnya. Nantinya, akan dibangun jembatan toko atau akses jalan ke stasiun. “Namun akan lebih bagus lagi kalau ada akses langsung bawah tanah dari stasiun yang tembus ke pintu pasar,” kata Djangga di kantornya.
Sejumlah pasar yang akan terintegrasi dengan MRT adalah pasar Blok A (Jakarta Pusat), Blok M (Jakarta Selatan), Pasar Bendungan Hilir (Jakarta Pusat) dan Glodok (Jakarta Barat). Selain itu, juga akan ada pasar-pasar tradisional yang akan terintegrasi dengan stasiun loopline. Sejumlah pasar tersebut adalah pasar Blora (Jakarta Pusat), Palmeriam (Jakarta Timur), Pasar Tanah Tinggi Poncol (Jakarta Pusat) dan pasar Tanah Abang (Jakarta Pusat).
Menurut Djangga, desain bangunan delapan pasar ini akan diubah sesuai dengan kontur stasiun. Penambahan fasilitas yang masih dalam perencanaan yaitu penyatuan hotel dan perkantoran dengan pasar juga akan diakomodasikan dengan desain dasar pembangunan MRT. Djangga menambahkan, PD Pasar Jaya masih menunggu desain teknis dari pengelola MRT untuk integrasi ini. “Diharapkan integrasi ini akan berjalan seiring dengan pengoperasian MRT pada 2016 nantinya,” ujarnya.
Direktur Utama PT MRT Tribudi Rahadrjo, mengakui adanya integrasi dengan sejumlah pasar tradisional tersebut. Integrasi ini akan dilakukan di jalur MRT tahap I yaitu Lebak Bulus hingga Dukuh Atas. “Dalam desain dasar mendatang, integrasi ini akan kami kaji lebih mendalam,” lugasnya.
MRT tahap I Lebak Bulus-Dukuh Atas mempunyai panjang lintasan 14,2 Km. Jalur ini akan memiliki sembilan stasiun layang (Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja, dan Senayan) serta tiga stasiun bawah tanah (Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas).
PD Pasar Jaya juga akan memperkuat modal pedagang pasar melalui pengadaan usaha distribusi Depo Logistik. Menurut Djangga, saat ini mata rantai pasokan ke pedagang cukup panjang. Selain itu, volume belanja pedagang sangat terbatas sehingga harga pokok tinggi dan kurang bersaing. “Pedagang kalah bersaing dengan retail besar dan pasar modern,” ungkap Djangga.
Pasar yang akan dijadikan depo ini yaitu pasar Rumput (Jakarta Selatan), Cengkareng (Jakarta Barat), Perumnas Klender (Jakarta Timur), pasar Grogol dan pasar Sindang (Jakarta Utara). Sejumlah distributor juga akan digandeng yaitu Unilever, Indofood, ABC, Wings dan P&G.
PD Pasar Jaya juga akan membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) khusus trading bagi pengembangan depo. Sayangnya, Djangga juga belum tahu kapan realisasi depo logistik ini. “Depo memang penting untuk memutus mata rantai pasokan ke pedagang yang cukup panjang,” ujarnya. c09/tar
Mengenai Saya
- Irwan Khalis
- Jakarta, Indonesia
- Pemerhati dan pelaku pembangunan ulang Pasar tradisional. Ya, itulah saya, yang 5 tahun terakhir konsen untuk mendedikasikan aktivitas bisnis dan Grup usaha dalam rangka melayani pedagang tradisional untuk mendapatkan haknya kembali menikmati Pasar Tradisional yang bersih, nyaman dan aman, layaknya Pasar Modern lainnya. Mereka bisa, seharusnya PASAR TRADISIONAL juga BISA!!!!!!! ITQONI GROUP sudah membuktikannya DUA KALI!!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar