Tingkat hunian kios beberapa pasar tinggal 30%
Sekretaris Jenderal APPSI Ngadiran mengatakan pasar yang kosong umumnya tersebar di wilayah DKI Jakarta, Depok, Tangerang, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Lampung.
"Tingkat hunian sejumlah pasar saat ini ada yang hanya tinggal 30% akibat pengelolaan yang tidak baik serta serbuan toko modern," kata Ngadiran, kemarin.
Menurut dia, ada tiga penyebab utama hengkangnya pedagang tradisional yang menyebabkan kios banyak yang kosong. Pertama, kondisi pasar yang tidak tertata dengan baik.
Kedua, penggunaan retribusi yang tidak disalurkan sesuai dengan peruntukan yaitu untuk kebersihan, keamanan, dan perbaikan pasar. Padahal pungutan bulanan telah naik minimal 225% dibandingkan dengan 5 tahun lalu. "Di pasar Blok A, Jakarta, 5 tahun lalu retribusi pedagang Rp83.000 per bulan, sekarang Rp240.000. Ada peningkatan hingga tiga kali lipat."
Ketiga, serbuan toko modern terutama dengan format minimarket dan hipermarket, sehingga menggerus omzet pemilik warung yang selama ini menjadi salah satu pelanggan pedagang di pasar tradisional.
APPSI menilai pemerintah mesti memberikan perhatian untuk kembali menggairahkan usaha pedagang tradisional, mengingat 5 tahun lalu tingkat kekosongan kios di pasar tradisional di Indonesia rata-rata 8%-0%, tetapi sekarang menjadi 23%.
Data APPSI menunjukkan saat ini ada 13.450 pasar tradisional yang menampung 12, 6 juta pedagang.
Ngadiran juga mempertanyakan peremajaan pasar yang dinilai tidak mampu menggairahkan pedagang untuk giat menjalankan bisnisnya.
Hal itu terbukti beberapa pasar yang sudah selesai diperbaiki, juga tetap kosong kiosnya akibat tidak mampunya pedagang lama menebus harga kios pascaperemajaan, seperti Pasar Ciracas, Bukit Duri Puteran, Cibubur, Santa, Blok M Square, dan Bataputih.
"Peremajaan pasar yang melibatkan pengembang ditawarkan ada yang mencapai Rp 42 juta per m2, dan pedagang hanya mendapatkan status hak pakai 20 tahun bukan memiliki kios itu. Harga bangunan kelas termahal seperti di Pondok Indah saja Rp4,5 juta-Rp 5 juta per m2," kata Ngadiran.
APPSI mengungkapkan pedagang pasar tradisional maksimal hanya bisa bertoleransi untuk menebus kios Rp15 juta per m2, sedangkan los dengan harga Rp 10 juta-Rp 11 juta per m2.
Asosiasi yang mewadahi pedagang pasar tersebut sebenarnya banyak berharap dengan stimulus yang dikucurkan pemerintah untuk merevitalisasi pasar.
Tren menurun
Putri K. Wardani, CEO PT Mustika Ratu Tbk, mengatakan pelanggannya yang merupakan pedagang di pasar tradisional menunjukkan tren menurun jumlahnya.
"Kalau dulu pelanggan yang merupakan pedagang pasar tradisional terus meningkat 5% per tahun. Sejak beberapa tahun terakhir terus menunjukkan penurunan karena jumlah pedagangnya juga berkurang," kata Putri.
Penurunan itu juga tergambar dari omzet yang diraih Mustika Ratu dari pasar tradisional. Jika sebelumnya mencapai 70% diperoleh dari pasar tradisional, kini menjadi berimbang dengan di pasar modern.
Putri mengatakan lebih senang menjual produknya di pasar tradisional, karena biayanya lebih murah karena tidak ada biaya syarat perdagangan, seperti toko modern.
"Namun karena [pasar tradisional] makin tergeser, supaya omzet kami tidak makin kecil, kami beharap ada kenaikan penjualan di pasar modern."
Senada dengan Putri, Ketua UmumAsosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto mengatakan omzet anggotanya di pasar tradisional cenderung menurun.
"Penurunan penjualan di pasar tradisional akan tersubstitusi ke pasar modern, ini juga dipicu gaya hidup konsumen," katanya. Namun, pemasok yang menjadi anggota AP3MI tetap mencari pelanggan di pasar tradisional. (linda.silitonga@bisnis.co.id)
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar